1. PENDAHULUAN.
Bangsa Indonesia adalah suatu kelompok masyarakat yang majemuk (plural society) yang terdiri dari banyak suku bangsa (multinational state) yang sangat rawan terhadap perpecahan dan konflik. Setelah rakyat Indonesia berjuang untuk memerdekakan diri pada tahun 1945, institusi-institusi negara telah memainkan peran sebagai instrumen pemersatu (integrator). Ada beberapa faktor yang berperan penting dalam mempersatukan segenap suku bangsa di Indonesia, antara lain ideologi, bahasa, pendidikan, hukum, birokrasi, pemerintahan dan militer. Persatuan negara sangat ditentukan oleh instrumen kebangsaan yang sarat dengan kualitas bela negara yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, mengingat bina-negara (state building) merupakan instrumen pokok dan sangat menentukan dalam kerangka bina-bangsa (national building).
Sumber daya manusia menjadi titik sentral yang perlu dibina dan dikembangkan sebagai potensi bangsa yang mampu melaksanakan pembangunan maupun mengatasi segala bentuk Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan (ATHG) yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Salah satu upaya pembinaan potensi sumber daya manusia agar mampu menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, dapat dilakukan melalui pembelaan negara, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 UUD 1945[1]. Saat ini banyak opini yang berkembang yang menyatakan bahwa semangat bela negara bangsa Indonesia dalam kondisi sangat mengkhawatirkan. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa hak dan kewajiban bela negara sepenuhnya dikendalikan oleh Pemerintah dan dilaksanakan oleh TNI, diisisi lain telah terjadi berbagai konflik horisontal maupun vertikal yang cenderung disebabkan menurunnya rasa solidaritas dan cinta tanah air yang merupakan bagian pokok dari unsur dasar bela negara.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada pasal 7 ayat (2)b.8[2], salah satu tugas pokok TNI adalah memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta sedangkan kemampuan TNI adalah untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan tangkal, deteksi dan cegah dini terhadap berbagai kerkembangan situasi dan kondisi yang dapat mengganggu stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara dengan memberdayakan kemampuan kepekaan territorial. Dihadapkan pada kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk serta dalam rangka menciptakan pertahanan negara yang kuat dan tangguh, maka perlu penilaian kualitas dan tingkat partisipasi masyarakat dalam melaksanakan peran bela negara secara proporsional, sehingga dapat diketahui peran yang harus dilakukan TNI dalam rangka meningkatkan semangat bela negara, baik internal maupun eksternal.
2. PEMAHAMAN TENTANG BELA NEGARA DAN PERAN TNI.
a. Pengertian Bela Negara.
1) Arti dari bela negara adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki tekad, sikap dan perilaku yang dijiwai cinta NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang rela berkorban demi kelangsungan hidup bangsa dan negara[3]. Adapun kriteria warga negara yg memiliki kesadaran bela negara adalah mereka yg bersikap dan bertindak, senantiasa berorientasi pada nilai-nilai bela negara. Nilai-nilai bela negara yang dikembangkan antara lain:
a) Cinta tanah air.
b) Sadar akan berbangsa dan bernegara.
c) Keyakinan kepada Pancasila sebagai ideologi negara.
d) Rela adalah berkorban untuk bangsa dan negara,
2) Berdasarkan Undang-Undang Dasar RI tahun 1945 pada pasal 30[4] menyatakan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara." dan "Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang", sehingga semua warga negara Indonesia wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
b. Pengertian Karakter Bangsa.
Karakter sebuah bangsa terbangun dari tindak laku kehidupan anak-anak bangsa yang berkarakter dalam keluarga, dalam lingkungan kerja, dalam masyarakat dan dalam berbangsa dan bernegara[5]. Pola pikir dan pola tindak perilaku orang-orang yang berkarakter mengkristal menjadi nilai-nilai utama (core Values), nilai-nilai yang hidup (living values) dan mengkristal menjadi budaya unggul (culture of excellence) suatu bangsa dan negara. Karakter suatu bangsa merupakan hasil gabungan dari sinergisitas dari masing-masing individu anak-anak bangsa yang berproses secara terus menerus dan kemudian menjadi satu kesatuan utuh yang sangat kuat. Jati diri bangsa telah dikristalisasikan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam bentuk Pancasila. Sebagai jati diri bangsa, Pancasila memiliki tiga fungsi, pertama sebagai pertanda eksistensi bangsa Indonesia, kedua merupakan pencerminan kondisi bangsa Indonesia serta sebagai pembeda dengan bangsa lain di dunia.
Karakter bangsa akan menimbulkan suatu perasaan daya juang, daya dorong maupun daya gerak sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang lebih mulia. Karakter bangsa Indonesia sangat berkaitan dengan semangat bela negara. Karekter masing-masing individu bangsa Indonesia akan menghasilkan karakter bangsa yang kuat dan kokoh sehingga akan memperkokoh karakter bangsa yang memiliki jiwa-jiwa Pancasila sehingga pada gilirannya akan meningkatkan tekad, sikap dan perilaku yang dijiwai cinta tanah sehingga rela berkorban demi kelangsungan hidup bangsa dan negara.
c. Tugas Tanggung Jawab TNI.
1) Usaha pertahanan dan keamanan dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung[6], namun demikian tiap-tiap warga negara juga berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara[7].
2) TNI sebagai alat pertahanan negara, berfungsi sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa[8]. Salah satu tugas pokoknya dalam Operasi Militer Selain Perang adalah memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan system pertahanan semesta[9].
3) Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Pertahanan Negara berfungsi untuk mewjudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI sebagai satu kesatuan pertahanan[10]. Panglima TNI berwenang menggunakan segenap komponen pertahanan dalam menyelenggarakan operasi militer berdasarkan undang-undang[11].
3. SEMANGAT BELA NEGARA SAAT INI. Munculnya beberapa pernyataan maupun opini tentang kondisi semangat bela negara masyarakat Indonesia saat ini, antara lain:
a. Berdasarkan hasil penelusuran Pokja Pusat Penelitian dan Pengembangan SDM Balitbang Dephan tentang konsepsi peningkatan semangat bela negara Warga Negara Republik Indonesia dalam rangka penanggulangan pengaruh negatif globalisasi guna mendukung pertahanan Negara[12], Semangat Bela Negara WNRI saat ini dilihat dari aspek hakekat bela negara mengalami penurunan, antara lain:
1) Kecintaan terhadap tanah air. Kecenderungan berpola hidup konsumtif, individualistis, bergaya hidup kebarat-baratan dan menurunnya kebanggaan dan kepedulian terhadap bangsa, negara serta lingkungan.
2) Keyakinan terhadap Pancasila. Kecenderungan mempertanyakan kemampuan Pancasila menjawab tantangan era globalisasi dengan segala perubahannya, sehingga muncul gagasan untuk mengadakan penyegaran Pancasila. Hal ini perlu pemahaman secara benar agar tidak membahayakan bagi Pancasila.
3) Kesadaran berbangsa dan bernegara. Kepedulian masyarakat kota terhadap sesama sudah mulai berkurang, maraknya pelanggaran hukum oleh sebagian masyarakat, elit politik maupun aparat pemerintah menyebabkan sulitnya penegakkan hukum.
4) Kerelaan berkorban untuk negara. Belum dimengertinya bahwa pembelaan negara merupakan kewajiban setiap warga negara. Sebagai contoh dalam kasus kejahatan, terorisme untuk menangkap para pelaku sangat sulit karena masyarakat beranggapan bahwa hal ini tugas TNI dan Polri.
b. Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan (Dirjen Pothan Dephan) Bambang Murgiyanto, M.Sc. saat membuka Penataran Tenaga Inti Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (Targati PPBN) bagi partai politik (Parpol) Tingkat Pusat TA. 2003 menyatakan bahwa situasi penuh konflik yang terjadi di tanah air saat ini menunjukkan adanya penipisan terhadap rasa cinta tanah air, menurunnya jiwa patriotisme, melunturnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Hal itu menunjukkan indikasi merosotnya budaya tentang bela negara di berbagai lapisan masyarakat.
c. Kolonel Ctp. Drs. Juni Suburi melalui naskah “Konsepsi Bela Negara dan Ancaman Keutuhan Wilayah Kedaulatan RI”, menyatakan bahwa perubahan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia karena dampak globalisasi. Kemajuan teknologi diberbagai bidang seperti komunikasi, informasi sangat berpengaruh terhadap aspek sosial yang mencakup tata nilai dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi yang masuk dari luar membawa nilai-nilai tertentu yang secara langsung atau tidak akan bersinggungan dengan nilai-nilai yang sudah ada yang pada akhirnya akan mempengaruhi dan merubah tata nilai yang sudah menjadi identitas maupun pedoman kehidupan bangsa Indonesia. Saat ini muncul berbagai konflik sosial dan pada titik kulminasi dengan timbulnya ancaman disintegrasi bangsa.
Dari beberapa pernyataan tersebut diatas kiranya perlu dijadikan pemikiran bersama seluruh komponen bangsa Indonesia pada umumnya dan TNI pada khususnya dalam bentuk analisa secara komprehesif dengan melibatkan seluruh komponen bangsa. Ada beberapa pertanyaan yang perlu mendapatkan jawaban yang tepat, agar sebagai anggota TNI kita dapat memahami dan meningkatkan semangat bela negara seluruh rakyat Indonesia dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain adalah sejauh mana nilai-nilai kualitatif semangat bela negara yang dimiliki bangsa Indonesia saat ini?, bagaimana keterkaitan antara semangat bela negara dengan karakter bangsa?, apakah nilai-nilai cinta tanah air bangsa Indonesia sudah hilang?, bagaimana pengaruh globalisasi terhadap semangat bela negara bangsa Indonesia?. Pada beberapa kasus yang berkaitan dengan rasa cinta tanah air, dapat dijadikan referensi bahwa nilai-nilai bela negara dan rasa cinta tanah air bangsa Indonesia tidaklah luntur, permasalahannya adalah bagaimana kita dapat membangkitkan rasa cinta tanah air tersebut dengan benar. Contoh kasus yang berkaitan dengan semangat bela negara antara lain:
1) Kasus klaim perairan Ambalat oleh Pemerintah Malaysia dan pelanggaran wilayah oleh kapal-kapal perangnya. Kasus ini telah menggelorakan demontrasi yang sangat panas dengan slogan klasik "Ganyang Malaysia". Setelah beberapa waktu lalu tentara Malaysia melakukan provokasi dengan menganiaya beberapa pekerja Indonesia yang sedang membangun menara Karang Unarang dan kapal Malaysia beberapa kali masuk kawasan terluar pulau Indonesia di Laut Sulawesi itu, maka terjadi gejolak yang sangat mengkhawatirkan stabilitas kawasan. Dukungan rakyat Indonesia terhadap pemerintah untuk "menyelesaikan" kasus Ambalat sangat besar. Terbukti, selain kegiatan demontrasi berkali-kali, baik di jalan-jalan seluruh kota di Indonesia maupun di depan kantor Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. Beberapa kelompok masyarakat bahkan sudah membuka "pos sukarelawan" untuk "mempertahankan" Ambalat dari "caplokan" Malaysia. Yang menarik, puluhan relawan di Solo Jawa Tengah, bahkan sudah berlatih "kesaktian dan olah kanuragan", untuk mempersiapkan diri menghadapi Malaysia. Meski naif, semangat sebagian masyarakat itu layak dihargai. Mereka tidak menyadari bahwa “Blok Ambalat” sesungguhnya adalah wilayah perairan yang tidak mungkin diduduki secara fisik dihadapi dengan perang kesaktian (adi daya).
2) Sengketa Sipadan dan Ligitan. Adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu Pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat: 4°6′52.86″N / . 118.6287556°E / dan Pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²) dengan koordinat: 4°9′N 118°53′E / 4.15°N 118.883°E / . Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional (MI). Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata langkah-langkah kedua Negara berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta karena memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati atau diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke Mahkamah Internasional, kemudian pada hari Selasa, 17 Desember 2002 Mahkamah Internasional mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari Mahkamah Internasional, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia telah menimbulkan reaksi yang sangat keras oleh rakyat Indonesia yang merasa bahwa hak miliknya telah dirampas oleh bangsa lain, sehingga menimbulkan berbagai kecaman terhadap cara diplomasi yang diterapkan Pemerintah Indonesia dalam mempertahankan wilayah kedaulatannya.
3) Klaim terhadap budaya Indonesia. Ribuan orang dari berbagai kota di Indonesia melakukan demonstrasi dan menyatakan sikap menentang klaim Malaysia terhadap sejumlah seni budaya Indonesia. Rakyat menganggap Pemerintah Indonesia sangat lamban dalam menanggapi klaim Negara lain terhadap berbagai budaya yang jelas-jelas milik bangsa Indonesia. Kondisi ini selalu berulang-ulang dan bernuansa penggeloraan semangat bela negara yang tidak terarah dan malah menjadi kontra produktif bagi Pemerintah Indonesia di mata anggota ASEAN maupun dalam hubungan politik global.
4. PEMBELAAN NEGARA YANG DIHARAPKAN. Ditinjau dari nilai-nilai semangat bela negara, pada dasarnya ada beberapa nilai-nilai yang diharapkan, antara lain:
a. Memiliki kecintaan terhadap tanah air, diaplikasikan dalam bentuk:
1) Mengenal, memahami dan mencintai wilayah nasional.
2) Tidak berpola hidup konsumtif.
3) Menjaga tanah dan pekarangan serta seluruh ruang wilayah Indonesia.
4) Melestarikan dan mencintai lingkungan hidup.
5) Memberikan kontribusi pada kemajuan bangsa dan negara.
6) Menjaga nama baik bangsa dan negara serta bangga sebagai bangsa Indonesia.
7) Siap membela tanah air terhadap ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa serta negara, dari manapun dan oleh siapapun.
b. Kesadaran akan kehidupan berbangsa dan bernegara, diaplikasikan dalam bentuk :
1) Selalu menjaga kerukunan menjaga persatuan dan kesatuan mulai dari lingkungan terkecil atau keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja.
2) Mencintai budaya bangsa dan produksi dalam negeri.
3) Mengakui, menghargai dan menghormati bendera merah putih.
4) Mengakui, menghargai dan menghormati lambang negara.
5) Mengakui, menghargai dan menghormati lagu kebangsaan Indonesia Raya.
6) Menjalankan hak dan kewajiban sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
7) Mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan.
pribadi, keluarga, kelompok dan golongan.
c. Keyakinan kepada Pancasila sebagai ideologi negara, diaplikasikan dalam bentuk:
1) Memahami hakekat atau nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2) Melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
3) Menjadikan Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan negara serta yakin pada kebenaran Pancasila sebagai ideologi negara.
d. Kerelaan berkorban untuk bangsa dan negara, diaplikasikan dalam bentuk:
1) Bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk kemajuan bangsa dan negara.
2) Kesiapan mengorbankan jiwa dan raga demi membela bangsa dan negara dari berbagai ancaman serta berpastisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara.
3) Gemar membantu sesama warga negara yg mengalami kesulitan.
4) Yakin dan percaya bahwa pengorbanan untuk bangsa dan negara tidak sia-sia.
5) Memiliki kemampuan awal bela negara secara psikis dan fisik. Secara psikhis, yaitu memiliki kecerdasan emosional, spiritual serta intelegensia, senantiasa memelihara jiwa dan raganya serta memiliki sifat-sifat disiplin, ulet, kerja keras dan tahan uji. Sedangkan secara fisik yaitu memiliki kondisi kesehatan, keterampilan jasmani untuk mendukung kemampuan awal bina secara psikis dengan cara gemar berolahraga dan senantiasa menjaga kesehatan.
5. ANALISA TERHADAP SEMANGAT BELA NEGARA DAN PERAN TNI.
a. Keterkaitan Antara Semangat Bela Negara dan Karakter Bangsa.
Ketahanan Nasional (National Resilience) pada hakekatnya merupakan tingkat peradaban suatu bangsa yang tidak hanya dapat diukur atas dasar parameter kemampuan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan perkapita suatu bangsa, tetap juga ditentukan oleh kondisi sosial politik, pernghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, demokrasi dan demokratisasi, tingkat kemiskinan, keunggulan komparatif dan kompetitif, kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan serta yang tidak kalah pentingnya adalah semangat bela negara yang dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat yang berkarakter kuat.
Karakter merupakan dorongan pilihan untuk menentukan yang terbaik dalam hidup. Karakter sebuah bangsa terbangun dari tingkah laku kehidupan masyarakat bangsa tersebut yang berkarakter dalam keluarga, lingkungan kerja, dalam masyarakat serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karakter bangsa Indonesia yang utuh adalah seperti yang telah digali dan dikristalisasi oleh para pendiri bangsa (founding father) dari khasanah Bumi Pertiwi sebagai cermin tata nilai kehidupan bangsa Indonesia yang luhur dan adi luhung. Tata nilai tersebut telah ditampilkan dalam sila-sila Pancasila yang sangat agung, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan serta Keadilan Sosial Bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada era reformasi yang sarat akan keterbukaan dan tuntutan hak individu maupun kebebasan yang tidak terkendali, akhir-akhir ini dapat dilihat bahwa bangsa Indonesia telah mengedepankan kekerasan anarkis (basic instinct), saling curiga, tidak beretika dan tidak bermoral serta hanya mementingkan diri sendiri kelompok dan atau golongan.
Menurunnya karakter dan jati diri bangsa dapat dilihat secara langsung melalui kehidupan berbangsa dan bermasyarakat sehari-hari. Berdasarkan laporan Transparancy International Indonesia (TII, 2008), Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat korupsi yang maling parah, begitu juga laporan Indonesia Corruption Watch (ICW). Saat ini rakyat Indonesia diberi berbagai tontonan tentang perilaku sebagian pemimpin yang berlaku konsumtif di atas penderitaan sebagian besar rakyat yang terdampak krisis ekonomi. Kepemimpinan yang telah digariskan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu “leadership by example” atau “ing ngarso sung tulodo” (didepan memberi tauladan), sudah sulit ditemukan kembali.
Globalisasi dapat dimanfaatkan secara positif untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional dan penegakkan kedaulatan NKRI. Saat ini terjadi berbagai permasalahan antara yang berhubungan dengan aspek pertahanan negara, misalnya krisis perbatasan wilayah, masalah disintegrasi bangsa, pemikiran negara federasi, menurunnya semangat kebhinekaan dan menurunnya rasa nasionalisme serta berbagai permasalahan sosial. Bangsa Indonesia harus mampu berdiri tegak sebagai bangsa yang berdaulat, sekaligus mampu merespons dan mengantisipasi perubahan lingkungan global dengan memperhatikan kepentingan nasional. Tetap tegaknya NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta terjaminnya kelancaran dan keamanan pembangunan nasional yang berkelanjutan merupakan hal yang mutlak, tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara”. Seluruh warga negara Indonesia wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara, semangat bela negara warga negara RI perlu diupayakan dan dibina agar siap didayagunakan untuk menjaga tetap tegaknya NKRI, memberikan dukungan kepada TNI dalam usaha pertahanan dan keamanan negara serta dapat menangkal pengaruh negatif globalisasi. Karakter bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila akan dapat mengarahkan sikap positif semangat bela negara yang dimiliki seluruh rakyat Indonesia menuju tujuan nasional sebagai bangsa yang berdaulat.
Gambar. Keterkaitan karakter dengan semangat bela negara
Keterkaitan antara jati diri individu, karakter bangsa menibulkan tampilan pemikiran semangat bela negara yang positip dapat dilihat pada gambar, dimana jati diri yang berawal dari fitrah manusia yang mengandung sifat-sifat dasar merupakan potensi yang dapat dikembangkan secara maksimal. Semakin baik kita mengasah jati diri maka akan semakin kuat jati diri sebagai manusia Indonesia yang berbudaya dan bersifat gotong royong dan toleransi. Jati diri tersebut akan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan luar maupun di dalam. Pengaruh lingkungan terhadap jati diri pribadi, keluarga, lingkungan, wilayah dan selanjutnya nasional, akan menghasilkan karakter yang tercermin pada tingkah laku sehari-hari bermasyarakat dan bernegara. Karakter bangsa pada dasarnya akan membentuk dan mengarahkan semangat bela negara seluruh lapisan rakyat Indonesia yang mempunyai rasa cinta tanah air, sadar akan berbangsa dan bernegara, yakin kepada Pancasila sebagai ideologi negara serta rela adalah berkorban untuk bangsa dan negara.
b. Hasil Jajak Pendapat Harian Kompas tentang Kepemimpinan Gaya TNI[13]
Berdasarkan artikel harian Kompas Hari Senin, 3 Oktober 2011, pada halaman 5 tentang “Politik dan Hukum”, telah dilaksanakan jajak pendapat tentang kepemimpinan gaya TNI. Dengan peran posisi TNI yang tetap menjaga jarak dengan politik praktis pascareformasi, telah menghasilkan opini positif dalam bentruk citra yang baik ditengah lemahnya pandangan terhadap lemnbaga-lembaga negara lain.
Jajak pendapat dilaksanakan dengan jumlah resoponden 854 orang dengan sampling error = + 3,4 %, mendapatkan hal-hal penting yang sangat positif terhadap peran TNI, meliputi:
1) Menurut masyarakat yang diwakili oleh responden, Citra TNI pata tahun Medio tahun 2011 sudah makin baik (sebesar 72,2%), hal ini sangat positif mengingat pada tahun 2007 citra TNI masih sebesar 58%.
2) Berdasarkan pertanyaan “menurut anda, masih diperlukan atau sudah tidak diperlukan lagikah kepemimpinan militer untuk menduduki jabatan-jabatan publik di Indonesia saat ini, 72,5% responden menyatakan masih diperlukan, 23,8% tidak diperlukan lagi dan 3,7% menyatakan tidak tahu.
3) Sebanyak 52,3% responden setuju bahwa TNI sudah melakukan reformasi internal dengan benar, 40,2% tidak puas dan 7,5% tidak tahu.
c. Analisa Menggunakan Metoda Survei.
Dari beberapa kasus yang terjadi kiranya perlu diketahui sejauh mana semangat bela negara yang dimiliki masyarakat Indonesia saat ini, apakah semangat bela negara tersebut telah didukung oleh karakter bangsa yang menjunjung nilai-nilai sebagai bangsa dunia yang berdaulat. Tidak kalah pentingnya adalah untuk mengetahui sejauh mana peran TNI yang harus dilaksanakan dalam meningkatkan semangat bela negara bangsa Indonesia. Peran tersebut dapat dilaksanakan secara internal dalam bentuk langkah-langkah yang ditempuh di dalam organisasi TNI serta secara eksternal dalam bentuk langkah-langkah nyata dan langsung berkaitan dengan aktivitas masyarakat dalam melaksanakan bela negara.
Untuk itu penulis telah membuat survei yang berkaitan dengan rasa cinta tanah air dan bela negara. Survei tersebut mengacu kepada nilai-nilai yang terkandung pada semangat bela negara serta nilai-nilai terhadap karakter sebagai individu bangsa Indonesia, kondisi karakter bangsa saat ini serta peran TNI yang diharapkan. Survei dilaksanakan dengan menampilkan responden dari berbagai komunitas dan status sosial serta melibatkan berbagai kelompok kerja, dengan jumlah responden 588 orang diantaranya anggota TNI (15,5%), pelajar (22,1%), mahasiswa (21,3%), pekerja (21,4%) serta karyawan swasta (19,7%).
1) Pertanyaan yang berkaitan dengan nilai-nilai semangat bela negara.
Dikaitkan kepada perasaan cinta tanah air, sebagian besar responden menyatakan hal-hal sebagai berikut:
a) Hampir seratus persen responden (98,2%) bangga terlahir sebagai bangsa Indonesia. Sebanyak 1,8% menyatakan tidak bangga lagi jadi bangsa Indonesia dengan alasan-alasan tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa pada dasarnya sebagian besar masyarakat sangat bangga sebagai bangsa Indonesia. Nilia ini menjadi dasar kuat bagi kita dalam mempertajam langkah-langkah untuk meningkatkan semangat bela Negara. Tingginya semangat bela negara tercermin pada beberapa kasus saat krisis ambalat, klaim budaya oleh Negara lain dan lain-lain.
b) Semua responden (100%) menyatakan siap membela tanah air terhadap ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa serta negara. Hal ini menyakinkan kepada Pemimpin bangsa bahwa dengan polulasi penduduk nomor empat di dunia, dipandang dari aspek SDM, bangsa Indonesia memiliki potensi yang sangat kuat sebagai Negara besar yang berpengaruh di lingkungan regional maupun global.
c) Terhadap pertanyaan tentang bahaya paling besar yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, terjadi pendapat yang beragam, diantaranya:
1) Terorisme : 16,48%
2) KKN : 43%
3) Krisis kepemimpinan : 21,19%
4) Separatisme bersenjata : 10,07%
5) Pemberontakan bersenjata : 9,05%
6) Bencana alam : 0,2%
7) Lain-lain : 0,01%
Dari nilai kuantitatif pendapat responden, menyatakan bahwa bahaya yang paling besar adalah berkaitan dengan salah satu nilai yang berhubungan karakter bangsa yaitu korupsi, kolusi dan nepotisme. Bahkan dari golongan responden pelajar dan mahasisma mengganggap bahwa terorisme bukanlah bahaya terbesar yang mengancam bangsa Indonesia.
2) Dikaitkan dengan pertanyaan yang berhubungan dengan kesadaran akan berbangsa dan bernegara, ada enam pertanyaan dimana masing-masing mengandung pokok-pokok kesadaran masyarakat dalam kehidupan bernegara, diantaranya:
a) Sebagian besar responden menganggap bahwa rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia saat ini kurang kuat (67,1%) selanjutnya 32,9% menganggap kuat. Hal ini mengisyaratkan bahwa ada perasaan kekurang percayaan sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap persatuan bangsa, contohnya adalah adanya berbagai konflik horisontal di seluruh wilayah tanah air yang sering terjadi.
b) Seratus persen responden menyatakan mencintai budaya asli bangsa Indonesia, dengan keaneka ragaman budaya, menjadi salah satu modal untuk meningkatkan semangat bela negara.
c) Dengan masuknya berbagai produk luar negeri, walaupun sebagian besar bangsa Indonesia mencintai produk dalam negeri (87,9%) namun pada kehidupan sehari-hari masyarakat terbiasa dengan menggunakan produk negara asing, walaupun industri dalam negeri sudah membuatnya.
d) Rasa kebangsaan rakyat Indonesia dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi, keluarga dan golongan saat ini mengalami penurunan. Sebanyak 67% responden menganggap rasa kebangsaan rakyat Indonesia kurang kuat. Hal ini perlu dijadikan perhatian khusus.
e) Dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung pada April tahun 2009, sebagian besar merasa percaya terhadap Pemerintah saat ini (59,3%), 8,8% percaya sekali dan sebagian kecil (31,9%) kurang percaya.
f) Terhadap patrisipasi responden pada setiap proses demokrasi, sebanyak 40,5% mengaku aktif, sedangkan 59,5% mengaku tidak tertarik untuk aktif dalam setiap proses pelaksanaan demokrasi di negeri ini. Perlu adanya upaya secara sistematis untuk meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam berdemokrasi.
3) Nilai ketiga dalam butir rasa cinta tanah air adalah keyakinan kepada Pancasila sebagai ideologi negara. Dari tiga pokok pertanyaan, hampir terjadi kesepahaman dalam menjawab pertanyaan.
a) Terhadap pertanyaan keyakinan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila merupakan jati diri bangsa Indonesia, sebanyak 90,01% menyatakan kebenaran nilai-nilai sila Pancasila sebagai jati diri, 6% tidak percaya, sedangkan 3,99% tidak tahu.
b) Sebanyak 94,5% responden meyakini bahwa Pancasila merupakan pemersatu bangsa dan negara serta yakin pada kebenaran Pancasila sebagai ideologi negara.
c) Sebagian besar responden (89%) menganggap bahwa Pancasila merupakan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, artinya Pancasila lahir bersama dengan lahirnya bangsa Indonesia dan merupakan ciri khas bangsa Indonesia dalam sikap mental maupun tingkah lakunya, sedangkan 11% tidak setuju.
4) Pemahaman tentang nilai kesediaan rela berkorban bagi bangsa dan negara, meliputi aspek pengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan jiwa raga demi membela bangsa dan negara serta berpartisipasi aktif dalam pembangunan.
a)
a) Sebagian besar responden (85,7%) bersedia untuk berkorban waktu, tenaga, pikiran dan jiwa raga demi bangsa dan negara, sementara 14,3% merasa tidak bersedia berkorban demi tanah air.
b) Sebanyak 74,7% responden merasa berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara sedangkan 25,3% tidak berperan aktif.
c) Terhadap keyakinan dan kepercayaan bahwa pengorbanan untuk bangsa dan negara tidak sia-sia, responden yang merasa sangat yakin 26,3%, sebanyak 58,4% responden merasa yakin, sebaliknya 15,3% mengatakan tidak yakin bahwa pengorbanannya bagi bangsa tidak sia-sia.
5) Pertanyaan yang berkaitan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam karakter bangsa Indonesia:
a) Terdapat hal menarik yang perlu dicermati, mengingat sebagian besar responden (72,5%) merasa bahwa bangsa Indonesia saat ini telah kehilangan karakter dan jati diri, sedangkan yang tidak setuju adalah 27,5%, sisanya tidak tahu.
b) Permasalahan utama yang menjadi penyebab penurunan karakter bangsa adalah :
1) Krisis kepemimpinan : 28,5%
2) Krisis keteladanan : 7,6%
3) Globalisasi : 16,4%
4) KKN : 30,7%
5) Krisis ekonomi : 12%
6) Lain-lain : 4,8%
Ada hal yang menjadi sorotan utama berkaitan dengan aspek penurunan karakter bangsa dan yang berperan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, yaitu korupsi, kolusi dan nepotisme. Unsur kedua yang berpengaruh terhadap penurunan karakter bangsa adalah krisis kepemimpinan. TNI yang mempunyai kualitas kepemimpinan yang baik perlu berpartisipasi secara maksimal.
c) Globalisasi dan kapitalisme telah mempengaruhi sendi-sendi yang berkaitan dengan rasa toleransi dan sifat gotong-royong bangsa Indonesia. Sebagian responden menganggap bahwa sifat kegotong-royongan yang merupakan karakter bangsa Indonesia sudah mengalami penurunan (87,9%) dan hanya 12,1% yang menganggap masih tinggi.
d) Dihadapkan pada aspek kesetaraan, 36,2% responden menganggap bahwa tingkat intelijensia bangsa Indonesia lebih rendah dari bangsa lain sementara 63,8% responden menganggap bahwa bangsa Indonesia setara kemampuannya bila dibandingkan dengan negara lain.
Kesimpulan yang berkaitan dengan hasil survei yang dilaksanakan antara Januari 2011 sampai dengan April 2011, meliputi:
a. Sebagian besar rakyat Indonesia bangga terlahir jadi WNI serta bersedia berkorban bagi bangsa dan negara, namn permasalahan yang menjadi perhatian adalah KKN, krisis kepemimpinan serta terorisme.
b. Sebagian besar responden menganggap bahwa rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia saat ini kurang kuat, mencintai budaya bangsa, namun sebagian besar menilai bahwa rasa kebangsaan akhir-akhir ini sangat menurun. Yang mengkhawatirkan adalah bahwa 59,5% responden mengaku tidak tertarik untuk aktif dalam setiap proses pelaksanaan demokrasi.
c. Lebih dari 90% responden menyatakan kebenaran nilai-nilai sila Pancasila sebagai jati diri, pemersatu dan merupakan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.
d. Sebagian besar responden (85,7%) bersedia untuk berkorban waktu, tenaga, pikiran dan jiwa raga demi bangsa dan Negara, namun 58,4% responden tidak yakin bahwa pengorbanan untuk bangsa dan negara tidak sia-sia.
e. Terdapat hal menarik yang perlu dicermati, mengingat sebagian besar responden (72,5%) merasa bahwa bangsa Indonesia saat ini telah kehilangan karakter dan jati diri, yang diakibatkan oleh KKN dan krisis kepemimpinan. Sebagian responden menganggap bahwa sifat kegotong-royongan yang merupakan karakter bangsa Indonesia sudah mengalami penurunan (87,9%).
6. REORIENTASI PERAN TNI UNTUK MENINGKATKAN SEMANGAT BELA NEGARA.
a. Kebijakan.
Karakter manusia secara individu dapat diartikan sebagai sifat yang merupakan kekuatan dari dalam (inner power) yang keluar (inside out) sebagai daya dorong manusia dalam mewujudkan kebajikan[14]. Karakter adalah hasil dari kebiasaan yang ditumbuhkembangkan dan dengan sengaja dibangun, ditempa dan dimantapkan. Pembangunan karakter akan dapat meningkatkan semangat bela negara bangsa Indonesia, sehingga pada gilirannya akan menumbuhkan ketahanan nasional.
Sistem pertahanan negara melibatkan seluruh komponen pertahanan negara, yang terdiri atas komponen utama, komponen cadangan dan komponen pendukung. Pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, hanya Tentara Nasional Indonesia saja yang ditetapkan sebagai komponen utama, sedangkan cadanganTentara Nasional Indonesia dimasukkan sebagai komponen cadangan[15]. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan penyelenggaraan negara sesuai dngan aturan hukum internasional yang berkaitan dengan pembedaan perlakuan terhadap kombatan dan non kombatan serta untuk penyederhanaan pengorganisasian upaya bela Negara. Dengan peraturan yang jelas tersebut maka berdasarkan tugas dalam rangka memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan system pertahanan semesta, maka perlu dilaksanakan reorientasi peran TNI untuk meningkatkan semangat bela negara. Langkah-langkah nyata yang perlu dilaksanakan TNI meliputi aspek internal dan eksternal.
Berkaitan dengan reorientasi peran dalam meningkatkan semangat bela negara dalam rangka mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa, perlu kebijakan umum sebagai pedoman dalam perumusan strategi yaitu mewujudkan peran TNI secara aktif dalam memperkuat karakter bangsa sebagai modal dasar pengarah semangat bela negara, melalui reorientasi secara internal (internal action) organisasi TNI serta peningkatan peran dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (external action).
b. Strategi
1) Strategi reorientasi Peran TNI Aspek Internal. Strategi yang harus dilaksanakan TNI dalam meningkatkan semangat bela negara dalam rangka mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa antara lain dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia internal TNI agar siap dalam melaksanakan tugas dan menjaga nama baik TNI, meningkatkan karakter individu, pempercepat proses reformasi internal dan penataan hal-hal yang berkaitan dengan perundang-undangan TNI.
2) Strategi reorientasi Peran TNI Aspek Eksternal. Strategi reorientasi peran TNI dalam aspek eksternal bersifat kerjasama dengan institusi terkait, diantaranya pembuatan Piagam Kesepakatan Bersama (PKB), Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Kemdiknas, Kemkominfo dan lain-lain, kerja sama dengan Perpustakaan Nasional serta sosialisasi tentang berbagai Undang-Undang yang berkaitan dengan Bela Negara.
c. Upaya.
1) Reorientasi Peran TNI Aspek internal.
a) Meningkatkan kualitas karakter individu anggota TNI sesuai karakter bangsa. Berdasarkan analisa metoda survei maupun keterkaitan antara semangat bela negara, ternyata penting meningkatkan semangat bela negara melalui upaya mempertahankan jati diri bangsa Indonesia yaitu Pancasila yang memiliki tiga fungsi utama, yaitu[16]:
(1) Sebagai penanda keberadaan dan eksistensi bangsa.
(2) Pencerminan kondisi bangsa yang menampilkan kematangan jiwa, daya juang dan kekuatan bangsa ditengah pusaran kehidupan dunia modern.
(3) Pembeda dengan bangsa lain.
Untuk mendalami jati diri bangsa, otomatis setiap anggota TNI harus selalu menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Karakter mempunyai peran penting dan sangat menentukan baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan berbangsa karena karakter akan menghidupkan harapan dalam menjalani tugas dan peran di dunia, khususnya di negara Indonesia tercinta.
Pada masa “Orde Lama” maupun “Orde Baru”, para Pemimpin bangsa telah berusaha meningkatkan semangat bela negara melalui pembentukan karakter bangsa. Upaya ini ternyata mengalami halangan yang cenderung bahkan menjadi kontra produktif, pada masa Orde Lama, cenderung diselewengkan secara politik serta pada masa Orde Baru melalui indoktrinasi Pedoman Pengamalan dan Penghayatan Pancasila (P4) yang cenderung represif. Kata kunci penyebab tidak efektifnya pembentukan karakter bangsa adalah unsur “Kepemimpinan” dan “Keteladanan”. Pada masa Demokrasi Terpimpin, nilai-nilai luhur pada sila keempat Pancasila menjadi sirna dikarenakan kepentingan personal, sedangkan pada masa Orde Baru, telah terjadi penyelewengan terhadap nilai luhur “Dwi Fungsi ABRI” yang sampai sekarang masih menimbulkan trauma bagi sebagian masyarakat Indonesia.
Karakter memiliki peran penting dalam institusi TNI, karena selain sebagai penjaga wilayah teritorial negara dari berbagai ancaman yang berupaya memecah belah dan menghancurkan NKRI, TNI juga merupakan penjaga kedaulatan Pancasila dan UUD1945. Oleh karena itu, TNI harus mampu menjadi teladan dalam pembangunan karakter dan jati diri bangsa.
b) Berdasarkan hasil analisa jajak pendapat (survei), sebagian besar responden menyatakan bahwa tiga bahaya paling besar yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia adalah KKN (43%), krisis kepemimpinan (21,19%) dan terorisme (16,48%). Sebagai anggota TNI yang hidup dalam lingkungan masyarakat modern, langkah tindak TNI sebagai institusi untuk meningkatkan kualitas karakter anggotanya antara lain dengan proses rekrutmen anggota TNI.
Melakukan proses rekrutmen dan seleksi yang benar merupakan fungsi manajemen yang paling penting dalam organisasi, tidak terkecuali organisasi TNI. Tidak ada fungsi lain yang melebihi pentingnya proses ini. Alasan utama adalah manusia, sebagai salah satu sumber daya dalam organisasi, merupakan subjek yang berkuasa atas sumber daya yang lain. Sumber daya lain (uang, mesin, material, metode, informasi dan lain-lain) menjadi objek, baik buruknya penggunaan sumber daya lain sangat tergantung dari manusia yang mengelolanya. Jadi tugas utama dan paling pertama dari manajemen adalah memastikan bahwa orang yang masuk ke dalam organisasi adalah orang yang tepat. Langkah tindak yang perlu dilaksanakan adalah:
(1) Proses rekrutmen anggota TNI diharapkan bersamaan dengan pendaftaran mahasiswa perguruan tinggi sehingga didapat sumber daya manusia yang masih potensial untuk mengabdi kepada negara dan bangsa melalui TNI.
(2) Proses rekrutmen anggota TNI harus dilaksanakan secara terbuka dan memanfaatkan fasilitas IT (ilmu pengetahuan dan teknologi).
(3) Dalam rangka mendapatkan calon anggota TNI yang berasal dari berbagai daerah dan suku bangsa, perlu dilaksanakan safari daerah dan adanya kebijakan yang memungkinkan prioritas terjaringnya putra daerah sebagai calon anggota TNI.
c) Menempatkan aspek kepemimpinan dan ketauladanan sebagai salah satu penilaian dan Talent Scouting maupun usulan pendidikan dan penempatan jabatan Perwira.
d) Meningkatkan kerja sama antar angkatan dalam rangka memupuk rasa persaudaraan dan gotong royong.
e) Melaksanakan kajian terhadap hasil yang dicapai selama proses Reformasi internal TNI agar penilaian positif yang diberikan rakyat kepada TNI akan makin dapat ditingkatkan.
f) Menghidupkan kembali museum-museum kemiliteran.
g) Membuka sarana perpustakaan untuk umum ditempat-tempat yang strategis yang mudah terjangkau oleh masyarakat dengan menyediakan buku bacaan, gambar-gambar maupun laboratorium yang dapat menggugah semangat kesadaran bela Negara.
h) Melaksanakan kegiatan sosialisasi sebagai berikut:
(1) Sosialisasi tentang UU Komponen Cadangan.
(2) Mengadakan sosialisasi kepada seluruh komponen terkait dalam upaya menanamkan bela Negara dengan menggunakan metoda pendidikan atau edukasi.
(3) Mengadakan penyuluhan kepada seluruh komponen bangsa, baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
(4) Bekerja sama dengan rumah produksi untuk membuat sinetron menarik yang mengandung nilai-nilai bela Negara dan karakter bangsa (contoh beberapa film perjuangan mendapatkan box office yaitu Cut Nyak Dien).
(5) Peningkatan kerja sama industri jasa kemiliteran yang dapat diberdayakan untuk mendukung kepentingan pertahanan.
(6) Pelibatan komponen cadangan dan komponen pendukung untuk mendukung pelaksanaan kegiatan latihan bersama TNI.
2) Reorientasi Peran TNI Aspek Eksternal.
a) Melaksanakan dan melanjutkan kerja sama dengan Kementerian Pendidikan Nasional dan Perguruan tinggi Negeri maupun swasta. Saat ini Piagam Kesepakatan Bersama (PKB) dan Perjanjian Kerja Sama masih bersifat umum dan lebih cenderung pada pemanfaatan instruktur dan fasilitas kedua belah pihak. TNI perlu lebih mendorong agar setiap lembaga pendidikan di Indonesia selalu memasukkan hal-hal yang berkaitan dengan karakter bangsa dalam mata pelajaran apapun. Pada era Presiden Soekarno telah dilaksanakan berbentuk National Character Building dan pada era Presiden Soeharto berupa P4 yang walaupun bertujuan mulia namun akhirnya kandas karena persoalan masing-masing. Pada masa presiden soekarno karena politik, presiden Soeharto karena rendahnya keteladanan.
b) Bekerja sama dengan lembaga pendidikan negeri maupun swasta untuk memasukkan materi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) setiap strata pendidikan, mulai pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi, karena pada hakekatnya PSPB merupakan sarana pengenalan dan pemahaman terhadap sejarah bangsa dalam rangka penanaman semangat kebangsaan dan bela Negara.
c) Berperan aktif sebagai pendorong dan menyiapkan kader-kader yang mumpuni untuk siap sebagai pengajar materi pendidikan bela Negara.
d) Bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional untuk mewujudkan Mobil Pintar, Kapal Pintar yang dilengkapi dengan buku-buku sejarah dan yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa dan rasa cinta tanah air. Pembuatan Kapal Pintar akan segera diawali dengan kerja sama antar TNI Angkatan Laut dan Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. yang selanjutnya dioperasikan di wilayah terpencil dan daerah perbatasan. Metoda seperti ini perlu dikembangkan dengan melibatkan institusi lain sebagai bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR) masing-masing institusi tersebut.
e) TNI melalui media massa, baik media cetak maupun elektronik memberikan edukasi atau pembelajaran kepada seluruh WNI agar mengerti, menghayati serta yakin untuk menunaikan hak dan kewajibannya dalam upaya bela Negara sesuai konstelasi geografis Negara kepulauan demi tegaknya kedaulatan NKRI.
f) Melibatkan anggota TNI dalam melaksanakan pendidikan yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa yang berdisiplin, toleransi dan semangat kebersamaan. Sejalan dengan hal tersebut, maka pemaknaan dari karakter positif bangsa harusnya diarahkan untuk mencapai dua hal pokok di atas. Karakter positif bangsa yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia, antara lain adalah karakter pejuang. Dalam kaitan ini masyarakat internasional pun mengakui bahwa dua bangsa pejuang yang berhasil merebut kemerdekaannya dengan darah di era pasca Perang Dunia ke-2 hanya dua yakni bangsa Indonesia dan Vietnam. Selanjutnya masih ada lagi karakter pemberani dan sejumlah karakter positif lainnya. Seluruhnya perlu dimaknai dalam konteks peningkatan daya saing dan bersifat komplemen (atau non predatorik).
g) TNI bekerja sama dengan instansi terkait untuk meningkatkan daya saing. Menurut Michael Porter (1999) dalam bukunya Daya Saing sebuah Bangsa (The Competitiveness of A Nation), pemahaman daya saing sebagai salah satu keunggulan yang dimiliki suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya sudah menjadi suatu keniscayaan dan telah mucul semenjak dahulu kala. Daya saing perlu dipahami dalam arti yang sangat luas. Peran teknologi informasi dan telekomunikasi, menurut Porter, hanya sebatas mempercepat sekaligus memperbesar peran daya saing dalam menentukan keunggulan suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya. Makna pembinaan karakter bangsa di era yang sarat dengan daya saing sekarang ini adalah menyangkut tiga hal pokok yaitu:
(1) Artikulasi karakter bangsa adalah mengacu pada tingkat peningkatan kapasitas pengetahuan dari bangsa tersebut untuk terus melakukan pembelajaran agar semakin meningkat daya saingnya.
(2) Adapun pembinaan karakter bangsa akan diarahkan agar supaya kapasitas pengetahuan yang terbangun akan meningkatkan daya saing, dengan kondisi dimana daya saing tersebut akan memungkinkan adanya kemajuan kolektif atau kemajuan bersama, bukan kemajuan yang bersifat predatorik atau saling mematikan antara satu dengan lainnya.
h) Ikut berperan aktif untuk mensosialisasikan perundang-undangan tentang penggunaan sumber daya nasional, pembinaan dan pengelolaan sumber daya nasional (SDN) untuk kepentingan pertahanan Negara.
i) Berperan aktif dalam rangka menghidupkan kembali Sishankamrata dalam upaya bela negara. Globalisasi yang akrab dilatarbelakangi oleh aspek ekonomi telah membawa perubahan tentang cara dan tujuan perang, cara/tujuan suatu negara dalam menguasai atau menaklukkan negara lain.
Semula untuk penguasaan teritorial yang kadangkala berlatar belakang ideologi, telah berubah menjadi penguasaan ekonomi (sumber daya). Cara perangpun lebih banyak dilakukan dengan cara non militer dan menyangkut banyak aspek yang lebih efisien. Namun demikian spektrum dan kompleksitas ancaman telah jauh melebar dan bersifat multidimensional. Oleh karenanya Sishankamrata adalah jawaban yang tepat, karena hakekatnya Sishankamrata adalah pengerahan total seluruh potensi bangsa, tidak hanya militer melainkan potensi lain menyangkut ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, informasi, diplomasi dan lainnya dalam upaya bela negara. Landasannya adalah nasionalisme patriotisme, yaitu kesadaran bela negara yang kuat, tangguh dan sikap pantang menyerah. Namun demikian, dalam perkembangan kekinian terdapat banyak masalah menyangkut, Sishankamrata tidak saja mengenai implementasinya tetapi juga termasuk pembiasan filosofi dan makna Sishankamrata. Kalau hal ini dibiarkan, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama niscaya akan melemahkan sendi-sendi upaya pembelaan negara, membuat limbung sistem pertahanan keamanan, mengikis kedaulatan bangsa dan negara, sehingga dapat berujung pada perpecahan bangsa. Beberapa hal yang dapat berpengaruh terhadap pembelaan negara seperti : interpretasi keliru mengatakan “dalam Sishankamrata, rakyat dijadikan tameng hidup” (kombatan), secara negatif, berimplikasi pada perumusan dan perubahan undang-undang. Terjadi penyederhanaan pengertian dalam konteks pemahaman bela negara. Dalam UUD 1945 (asli) pasal 30 ayat (1) menyebutkan “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”, tetapi dalam UUD 2002 (hasil perubahan) menjadi : “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan keamanan”, ini jelas menyempitkan makna bela negara yaitu hanya pada aspek pertahanan keamanan. Di samping itu, dalam UU Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, istilah Sishankamrata diganti menjadi Sishanta, ini berarti terjadi pembelokan dan pembiasan filosofi dan makna fundamental dari Sishankamrata. Dalam Sishankamrata seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan, kekuatan, potensi, profesi atau latar belakang keahliannya, dapat digunakan untuk kepentingan pertahanan guna mendukung implementasi Sishankamrata.
7. KESIMPULAN DAN SARAN.
a. Kesimpulan.
1) Karakter bangsa Indonesia sangat berkaitan dengan semangat bela negara. Karekter masing-masing individu bangsa Indonesia akan menghasilkan karakter bangsa yang kuat dan kokoh sehingga pada gilirannya akan meningkatkan tekad, sikap dan perilaku yang dijiwai cinta tanah sehingga rela berkorban demi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Hasil survei menyatakan bahwa rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia saat ini kurang kuat, rasa kebangsaan Bangsa Indonesia akhir-akhir ini sangat menurun.
2) Dengan peran posisi TNI yang tetap menjaga jarak dengan politik praktis pascareformasi, telah menghasilkan opini positif dalam bentuk citra yang baik ditengah lemahnya pandangan terhadap lemnbaga-lembaga negara lain. Citra TNI saat ini sudah makin baik (sebesar 72,2%), hal ini sangat positif mengingat pada tahun 2007 citra TNI masih sebesar 58%.
3) Dengan kepercayaan rakyat yang makin besar kepada TNI, maka perlu peran TNI secara aktif dalam memperkuat karakter bangsa sebagai modal dasar pengarah semangat bela negara, antara lain dengan peningkatan kualitas karakter individu anggota TNI, proses rekrutmen anggota TNI yang tepat, Sosialisasi tentang UU Komponen Cadangan serta sosialisasi komponen terkait dalam upaya menanamkan bela Negara dengan menggunakan metoda pendidikan atau edukasi.
4) Reorientasi Peran TNI Aspek Eksternal antara lain dengan melaksanakan kerja sama institusi terkait dalam meningkatkan jati diri bangsa, bekerja sama dengan lembaga pendidikan negeri maupun swasta untuk memasukkan materi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) setiap strata pendidikan serta berperan aktif dalam rangka menghidupkan kembali Sishankamrata dalam upaya bela negara
b. Saran. Perlu dilaksanakan kajian yang lebih mendalam berkaitan dengan proses reformasi internal sehingga dapat diketahui sejauh mana keberhasilan yang dicapai, langkah-langkah kedepan yang harus dilaksanakan yang bersifat strategis dalam rangka upaya untuk meningkatkan semangat bela negara dalam rangka mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa
Jakarta, 6 Oktober 2011
[1] “Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, perubahan pertama, kedua, ketiga dan keempat” Interaksara hal.51
[2] Fokus Media “Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia” hal. 9
[3] Keputusan Panglima TNI Nomor : Kep/2/I/2007 tanggal 12 Januari 2007 tentang Doktrin Tentara Nasional Indonesia Tri Dharma Eka Karma (TRIDEK) hal. 50
[4] “Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, perubahan pertama, kedua, ketiga dan keempat”Interaksara hal. 51
[5] Soemarno Soedarsono, “Karakter mengantar bangsa dari gelap menuju terang” Elex M Komputindo 2009 Hal. 14
[6] “Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, perubahan pertama, kedua, ketiga dan keempat” Interaksara hal. 51
[7] ibid
[8] Fokusmedia “undang-Undang no.34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia” hal. 8
[9] Ibid Hal.9
[10] Fokusmedia “Undang-Undang no.34 Tahun 2004 Ttg Tentara Nasional Indonesia” hal. 75
[11] Ibid hal.81
[12] Bulletin Balitbang Dephan STT No. 2289 Volume VIII Nomor 15 Tahun 2005.Volume
[13] Harian Kompas tanggal 3 Oktober 2011, jajak pendapat Kepemimpinan Gaya TNI, Hal 5.
[14] Soemarno Soedarsono, “Karakter mengantar bangsa dr gelap menuju terang” Elex M Komputindo 2009 Hal. 55
[15] Fokusmedia “undang-Undang no.34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia” hal. 90
[16] Soemarno Soedarsono, “Karakter mengantar bangsa dr gelap menuju terang” Elex M Komputindo 2009 Hal. 123
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berkaca Pada Negara Maritim Norway Yang Saya Kunjungi
Selama beberapa hari berkunjung ke Oslo sbg ibukota negara Norway dlm rangka mengikuti sidang FAO, banyak pelajaran yg saya anggap berm...
-
Oleh :Laksda TNI Agus Setiadji, S.AP Posisi geografi sebagai negara maritim telah mewujudkan Indone...
-
Oleh: Laksamana Muda TNI Agus Setiadji S.AP PENDAHULUAN Berdirinya sebuah negara tidak terlepas dari bagaimana proses pembentuk...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar