Oleh: Laksda TNI Agus Setiadji S.AP
Karakter adalah keakuan rohaniah yang nampak dalam
keseluruhan sikap dan perilaku, yang dipengaruhi oleh bakat, atau potensi dalam
diri dan lingkungan. Karakter bangsa dalam bidang antropologi dipandang sebagai
tata nilai budaya dan keyakinan yang mengejawantah dalam
kebudayaan suatu masyarakat dan memancarkan ciri-ciri khas keluar
sehingga dapat ditanggapi orang luar sebagai kepribadian masyarakat
tersebut (Ade Armando, dkk: 2008). Karakter bangsa adalah kualitas jati diri
suatu bangsa yang membedakannya dengan bangsa lain, yang sering diberi padanan
kata “watak, tabiat, perangai atau akhlak”.
Menurut Dean Peabody, karakter bangsa atau karakter
nasional (national character) adalah “refers to relatively functional
personality characteristics and patterns that are prototype among the adult
members of a society. The assumption is that virtually all individuals behave
in conformity with the prescribed norms, attitudes, desires and inclinations,
views and opinions, motives and standards, beliefs and ideas, and hopes and
aspirations of an individual which he shares with other members of his nation”.
Karakter bangsa pada intinya merupakan identitas nasional atau jati diri yang
melekat pada bangsa tersebut. Jati diri suatu bangsa, pada hakikatnya merupakan
penjelasan tentang nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di dalam aspek
kehidupan suatu bangsa.
Sedangkan, identitas berarti ciri-ciri, sifat khas
yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukan suatu keunikan serta membedakan
dengan hal-hal lain. Sedangkan nasional berasal dari kata “nation” yang
memiliki arti bangsa, menunjukan kesatuan komunitas sosio-kultural serta
memiliki semangat, cita-cita, tujuan, dan ideologi bersama. Untuk lebih
memahami tentang identitas bangsa adalah dengan selalu menjunjung dan
mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa tersebut, sekaligus memunculkan rasa
kebangsaan, dan semangat kebangsaan.
Karakter Bangsa Unggul
Beberapa negara terbukti sangat menjaga nilai-nilai
luhur bangsa, yang membentuk karakter dalam rangka menjaga kelangsungan hidup
bangsa antara lain adalah bangsa Jepang. Karakter bangsa Jepang dibentuk sejak
masih kecil serta ditularkan oleh orang tua melalui contoh dan tauladan.
Prinsip hidup bangsa Jepang yang terinspirasi dari Samurai adalah suka
bekerja keras, mau hidup hemat, loyal, inovatif, pantang menyerah, gemar
membaca serta tetap menjaga tradisi di tengah modernisasi. Perilaku bangsa
Jepang yang sangat menginspirasi dunia antara lain: (1) ramah dan sopan, (2)
ekspresif, (3) menghargai usaha dan proses, (4) tumbuh sebagai satu komunitas,
serta (5) prosedural, well organized, tekun, dan teliti.
Contoh lain bangsa yang mempunyai karakter kuat dan
mampu dengan cepat membangun negaranya, adalah Korea Selatan. Bangsa Korea
merdeka pada tanggal 15 Agustus 1945, hanya berbeda dua hari dengan Indonesia.
Korea juga mengalami perang saudara pada tahun 1950-1953, yang menewaskan
hampir 2,5 juta jiwa serta menghancurkan perekonomian dan stabilitas negara.
Dengan karakter yang unggul, Korsel mencetak prestasi yang sangat luar biasa
sekaligus menjungkirkan semua pandangan rendah terhadap bangsa Korea. Perihnya
penjajahan Jepang membuat bangsa Korea bertekad mengalahkan prestasi bangsa
Jepang.
Menurut ekonom Chuk Kyo Kim dari Korea
Institut for International Economic Policy,, keberhasilan Korea Selatan
tidak lepas dari perhatian besar pemerintah pada bidang pendidikan, pembangunan
sumber daya manusia, serta investasi agresif di kegiatan penelitian dan
pengembangan. Kesuksesan Korea Selatan juga tidak lepas dari pembangunan
karakter dan kebangsaan rakyat Korea yang tangguh, didukung kebanggaan dan
cinta produksi dalam negeri, jiwa pekerja keras yang disiplin, pengelolaan
utang luar negeri yang baik, pemerintahan yang relatif bersih, makro-ekonomi
yang solid.
Karakter Bangsa Nusantara
Karakter nasional sangat memengaruhi kualitas warga
bangsa tersebut, sehingga dapat dijadikan landasan serta sumber penguat
terhadap elemen nasional yang lain. Jumlah populasi penduduk yang besar namun
tidak didukung kualitas yang memadai, akan menjadi beban negara dan pada
gilirannya akan menimbulkan berbagai permasalahan baru, baik aspek politik,
ekonomi maupun keamanan.
Warga negara dengan karakter yang sesuai jati diri
bangsa berdasarkan geografi negaranya, akan menjadi elemen yang sangat ampuh
dalam melawan berbagai pengaruh asing. Dalam sejarah dunia maupun nasional,
kolonialisasi suatu bangsa terhadap bangsa lain selalu diawali dengan
penghancuran karakter bangsa, yang merupakan identitas nasional atau jati diri bangsa
tersebut. Jati diri bangsa selalu dibentuk oleh kondisi lingkungan maupun letak
geografis dimana mereka tinggal.
Indonesia adalah negara kepulauan di Asia
Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua
Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra
Hindia. Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan
Nusantara menjadi wilayah perdagangan penting sejak abad ketujuh. Letak
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia telah membuat
terbentuknya karakter sebagai bangsa dengan budaya maritim.
Para pakar sejarah menduga bahwa perahu telah lama
memainkan peranan penting di Nusantara, jauh sebelum bukti tertulis
menyebutkannya. Dugaan ini didasarkan atas sebaran artefak perunggu, seperti
nekara, kapak, dan bejana perunggu di berbagai tempat di Sumatera, Sulawesi
Utara, Papua hingga Rote. Bukti tertulis paling tua mengenai pemakaian perahu
sebagai sarana transportasi laut, tercetak dalam Prasasti Kedukan Bukit (16
Juni tahun 682 Masehi).
Pada prasasti tersebut diberitakan; ”Dapunta
Hiya bertolak dari Minana sambil membawa pasukan sebanyak dua laksa dengan
perbekalan sebanyak 200 peti, naik perahu…”. Selain itu pada masa yang
bersamaan, dalam relief Candi Borobudur (abad ke-7-8 Masehi) dipahatkan
beberapa macam bentuk kapal dan perahu. Dari relief ini dapat direkonstruksi,
dugaan bentuk-bentuk perahu atau kapal, yang sisanya banyak ditemukan di
beberapa tempat di Nusantara.
Hal ini membuktikan bahwa pada dasarnya bangsa
Indonesia telah mempunyai karakter dan budaya maritim berdasarkan letak
geografi, sejak jaman dahulu. Konsekuensi pemahaman sebagai manusia maritim
adalah dengan perlunya memahami dasar-dasar ontologis hingga kosmologis tentang
eksistensi bangsa Indonesia, yang kemudian menjadi bahan dasar dalam menata
cara hidup yang berbasis pada dunia laut dan pesisir. Manusia-manusia yang
hidup berkembang dalam dimensi spasial perairan, secara alami akan menjadi
kelompok masyarakat yang berpikiran terbuka, adoptif, sekaligus adaptif. Tatanan
sosial, ekonomi, dan politik sebagai produk budaya maritim, pada dasarnya akan
memiliki kekhasan tersendiri dan berbeda dengan produk budaya yang lahir di
atas konteks alam yang lain (Radhar Dahana: 2011).
Karakter Bangsa Indonesia dan Pancasila
Karakter bangsa Indonesia secara sangat tepat
diterjemahkan oleh para founding fathers dalam bentuk “Kelima Sila dalam
Pancasila”. Pancasila pada dasarnya adalah jati diri bangsa maritim Indonesia.
Karakter bangsa maritim akan lebih religius dalam menghadapi perubahan cuaca di
laut yang bisa sangat ekstrim. Bangsa maritim akan lebih toleran terhadap
perbedaan-perbedaan dikarenakan interaksi yang lentur dan intens antara satu
kelompok dengan kelompok yang lain. Hal ini berbeda dengan budaya daratan yang
dipenuhi konflik dan peperangan dikarenakan kondisi geografis dan geologis yang
memaksa mereka untuk melawan atau menguasai manusia, binatang, atau lingkungan
sekitarnya. Sebagaimana contohnya negara-negara di kawasan Timur Tengah, baik
pada masa silam maupun pada masa kini, terus dipenuhi dengan
peristiwa-peristiwa kekerasan dan peperangan. Karakter bangsa maritim sangat
mengedepankan asas kekeluargaan dalam aktivitas perekonomian mereka. Seperti
penjelasan Charles Beraf (2014) tentang masyarakat nelayan di Lamalera, Nusa
Tenggara Timur. Tradisi “tena laja” (penangkapan ikan-ikan besar) masih
terus dihidupkan oleh masyarakat lokal hingga saat ini.
Tradisi ini tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan
konsumtif belaka, namun juga menjadi aktivitas kultural masyarakat. Melalui
tradisi ini mereka dapat menjaga kohesivitas antar anggota kelompok,
selanjutnya hasil tangkapan yang didapat dari aktivitas ini, tidak dinikmati
oleh penangkap saja, namun dibagikan kepada siapapun di Lamalera terutama para
janda dan anak yatim.
Center of Gravity
Berbagai sejarah kehidupan dan perjuangan bangsa
menempatkan karakter bangsa maritim yang religius, toleransi, kekeluargaan dan
kebersamaan, merupakan faktor perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Karakter bangsa Indonesia tersebut tumbuh dan berkembang menjadi jati diri
bangsa yang hidup di kepulauan Nusantara, membentuk pusat kekuatan (Center
of Gravity), sehingga perlu terus dijaga dan dipertahankan.
Di dalam bukunya “On War“ pada halaman
596, Clausewitz mendefinisikan arti Center of Gravity sebagai: “The
hub of all power and movement, on which everything depends. That is the point
against which all our energies should be directed”. Dalam pengertian ini,
Clausewitz berbicara tentang lawan atau musuh, dengan berasumsi, jika musuh
kehilangan keseimbangan akibat melemahnya Center of Gravity, maka
pukulan demi pukulan terus dilakukan sehingga kemenangan lebih mudah tercapai. Center
of Gravity bangsa Indonesia sangat dipahami oleh kolonial penjajah VOC
Belanda, sehingga dengan metoda Devide Et Impera serta merubah
karakter bangsa Indonesia menjadi kontinental, telah mampu menjajah wilayah
Nusantara lebih dari 350 tahun.
Selain karakter positif bangsa maritim yang
mengalir dalam darah bangsa Indonesia, terdapat pula hambatan dan kebiasaan
yang diakibatkan oleh faktor geografi, yang perlu untuk diperbaiki melalui
program revolusi mental, antara lain: (1) bangsa yang hidup di daerah dua musim
yang sangat subur, cenderung malas karena semua kebutuhan untuk hidup bisa
dengan mudah didapat di sekitarnya, (2) walaupun religius, cenderung mudah
percaya kepada hal-hal yang berbau klenik dan irasional (tidak rasional), (3)
mudah lupa dan kurang mempedulikan faktor sejarah, (4) kecenderungan untuk
tidak disiplin dan tidak taat aturan.
Pendidikan Karater Bangsa Maritim
Pendidikan karakter bangsa perlu dilaksanakan
melalui konsep gerakan nasional yang didukung oleh semua lapisan masyarakat.
Perlu dikembangkan pengalaman belajar (learning experiences) yang
bermuara pada pembentukan karakter sejak dini ke dalam diri individu generasi
muda Indonesia. Pada aspek aplikatif, perlu dibangun berbagai museum-museum Sebagai
contoh, pendidikan Sekolah Dasar di Belanda berlangsung dengan sangat sederhana
dalam membentuk karakter. Siswa-siswa SD di Belanda, setiap hari selalu
diarahkan untuk mengunjungi berbagai museum, kantor pemerintahan (gemeente
kantoren) maupun komunitas lain yang menunjukkan identitas nasional,
sementara pelajaran matematika masih belum banyak diajarkan. Siswa SD di
Belanda dari awal juga sudah dibekali pengetahuan bahwa geografi negaranya
sebagian besar berada di bawah permukaan laut, sehingga wajib hukumnya untuk
mampu berenang.
Revolusi Mental adalah “gerakan seluruh rakyat
Indonesia bersama Pemerintah untuk memperbaiki karakter bangsa menjadi
Indonesia yang lebih baik”. Perbaikan karakter bangsa Indonesia hanya bisa
dilaksanakan bilamana tetap mengacu kepada jati diri bangsa maritim yang
merupakan identitas bangsa Indonesia yang termanivestasi dalam nilai-nilai pada
setiap sila dalam Pancasila, dan perlu ditanamkan dalam diri manusia Indonesia
sejak dini melalui metoda yang benar dan mengena dalam benak mereka.
Pendidikan karakter bangsa yang berjiwa maritim
harus menjadi komitmen seluruh sektor kehidupan, bukan hanya tugas sektor
pendidikan nasional. Karakter bangsa maritim yang kuat akan menghasilkan sumber
daya manusia Indonesia yang berkualitas dalam kancah nasional, regional maupun
global, sehingga memperkuat elemen nasional yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar