Senin, 11 Juni 2012
1. Pendahuluan
a. Latar
Belakang Masalah.
Ketahanan nasional Indonesia adalah kondisi dinamik
bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang
terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi
segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari
luar maupun dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan
hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya[1]. Ketahanan
nasional merupakan piso analisis untuk memecahkan problematika persoalan bangsa
melalui pendekatan Astagrata, termasuk berkaitan dengan kemandirian pangan.
Menurut draft RUU pengganti Undang-Undang nomor 7 tahun
1996 tentang pangan, kemandirian pangan diartikan sebagai kemampuan produksi
pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan, yang mampu
menjamin pemenuhan kebutuhan yang cukup ditingkat individu. Pangan
merupakan kebutuhan dasar utama manusia, oleh karena itu pemenuhan pangan
merupakan bagian dari hak asasi individu. Ada tiga permasalahan yang
berkaitan dengan pencapaian ketahanan pangan nasional, antara lain distribusi,
produksi serta konsumsi pangan.
Salah satu faktor dominan penyebab rendahnya kemandirian
pangan nasional adalah menurunnya produktivitas tanaman pangan yang disebabkan
tingkat kesuburan lahan yang
terus menurun, eksplorasi potensi genetik
tanaman yang tidak optimal serta penerapan teknologi yang
masih belum maksimal. Perlu pengelolaan teknologi yang sesuai dalam upaya
kemandirian pangan, agar tetap terjaga identitas, integritas serta perjuangan
bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasional.
b. Identifikasi
Masalah.
Permasalahan yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan pengelolaan
teknologi moderen dalam perspektif ketahanan nasional agar mampu
mewujudkan kemandirian pangan nasional, antara lain:
1) Kemandirian
pangan masih belum tercapai. Pertumbuhan permintaan pangan lebih cepat dari
pertumbuhan ketersediaan pangan. Permintaan yang meningkat cepat tersebut
merupakan resultansi dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi,
peningkatan daya beli masyarakat dan perubahan selera.
2) Pertumbuhan
kapasitas produksi pangan nasional sangat lambat diakibatkan oleh perebutan
pemanfaatan sumber daya lahan dan air serta pertumbuhan produktivitas lahan
yang lambat dan tenaga kerja pertanian yang kurang berkualitas.
3) Teknologi
yang diterapkan dalam penggunaaan benih unggul dan pupuk kimia yang diterapkan
sejak lama, mengakibatkan merosotnya kualitas dan kesuburan lahan, pada aspek
lain telah menyebabkan varietas unggul maupun kearifan teknologi lokal yang
tidak diberdayakan.
4) Kebijakan
pengembangan komoditas dan teknologi pangan yang terfokus pada beras telah
mengabaikan potensi sumber-sumber pangan karbohidrat lain.
5) Belum
memadainya sarana prasarana transportasi, baik darat dan terlebih lagi
transportasi antar pulau, yang menghubungkan lokasi produsen dan konsumen.
6) Ketahanan
nasional masih mengalami banyak cobaan, ditandai oleh terjadinya berbagai
konflik horisontal yang sering diakibatkan permasalahan pangan maupun perebutan
lahan pertanian.
c. Rumusan
Pokok Masalah.
Pokok-pokok masalah yang berkaitan dengan pengelolaan
teknologi moderen untuk mewujudkan kemandirian pangan nasional antara
lain:
1) Ketersediaan
pangan tingkat nasional maupun regional belum dapat menjamin ketahanan pangan
hingga tingkat individu. Kemandirian pangan nasional masih belum tercapai.
2) Penyediaan
pangan masih belum mampu memenuhi jumlah penduduk Indonesia yang makin besar.
3) Pemanfaatan
teknologi yang tidak arif dalam produksi pangan telah mengakibatkan merosotnya
kualitas lahan dan kesuburan lahan (soil fatique).
Dengan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan teknologi
moderen yang arif dalam perspektif Ketahanan Nasional diharapkan mampu
mewujudkan kemandirian pangan nasional.
2. Pembahasan.
a. Konsepsi
Ketahanan Nasional Terhadap Kemandirian Pangan.
Konsepsi ketahanan nasional Indonesia
adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi, dan
selaras dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan
terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara. Dengan
katalain, Konsepsi ketahanan nasional Indonesia merupakan
pedoman (sarana) untuk meningkatkan (metode) keuletan dan ketangguhan bangsa
yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dengan pendekatan
kesejahteraan dan keamanan[2].
Ketahanan nasional sangat berkaitan dengan pembangunan
nasional. Konsepsi ketahanan nasional bertujuan untuk untuk
menumbuhkan kondisi kehidupan nasional yang diinginkan melalui proses pembangunan
nasional disegala bidang. Makin cepat proses pembangunan
nasional, maka secara langsung akan meningkatkan ketahanan nasional,
sebaliknya semakin kokoh ketahanan nasional akan mendorong
pembangunan nasional makin cepat. Ketahanan nasional mengandung
konsepsi tentang pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan
dalam segala aspek dan dimensi kehidupan nasional yang didasarkan pada nilai
Pancasila, norma UUD 1945, dan Wawasan Nusantara.
Konsepsi ketahanan nasional yang pada
hakekatnya merupakan konsepsi yang bulat dan menyeluruh dimana ada keterkaitan
erat antara masing-masing gatra dalam Astagatra. Mengingat
pangan adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar, maka ketersediaan
pangan tingkat nasional maupun regional harus tetap terjamin. Kemandirian
pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan
ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup
dtingkat individu dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau,
yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman
lokal[3]. Pemerintah
pusat maupun daerah harus mampu mewujudkan kemandirian pangan nasional, antara
lain dengan pemanfaatan teknologi moderen yang sesuai dengan geografi,
geostrategi dan geopilitik Indonesia. Pemanfaatan teknologi moderen harus
mengacu pada Astagatra, meliputi:
1) Trigatra
(Gatra Alamiah)[4]. Trigatra
atau gatra alamiah meliputi aspek-aspek suatu negara yang memang sudah
melekat pada negara itu. Unsur dari setiap aspek tidak pernah sama
spesifikasinya untuk setiap negara. Trigatra atau gatra alamiah meliputi gatra
geografi, kekayaan alam, dan kependudukan.
2) Pancagatra
(Gatra Sosial)[5]. Pancagatra
atau gatra sosial adalah aspek-aspek kehidupan nasional yang menyangkut
kehidupan dan pergaulan hidup manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dengan ikatan-ikatan, aturan-aturan, dan norma-norma tertentu. Pancagatra
atau gatra sosial meliputi gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan serta Keamanan.
b. Pengelolaan
Teknologi Moderen Dalam Bidang Pertanian.
Ketidakmandirian pangan akan menciptakan rendahnya
ketahanan pangan nasional sehingga terjadi kerawanan pangan. Kerawanan pangan disebabkan oleh kemiskinan yang cenderung bersifat kronis dan bahkan
semakin parah karena terperosok ke dalam spiral petaka (vicious cycle)[6], yaitu:
1) Kemiskinan.
2) Kerawanan pangan
3) Kerusakan lingkungan.
Kemiskinan
menyebabkan kerawanan pangan, dan dorongan untuk
mempertahankan kehidupan (survival) yang mendorong berbuat dengan meningkatkan
eksploitasi sumber daya alam, yang berakibat pada kerusakan
lingkungan alam. Penurunan
daya dukung sumber daya alam berakibat pada penurunan produksi dan
pendapatan usaha tani serta meningkatkan instabilitas produksi pangan yang
selanjutnya memperparah masalah kemiskinan dan ketahanan pangan. Kerusakan lingkungan akan semakin cepat
terbentuk bila kemiskinan dan rawan pangan berkorelasi positif dengan
pertumbuhan penduduk. Saat ini rata-rata produktivitas tanaman pangan nasional
masih rendah, faktor
dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan antara lain
rendahnya penerapan
teknologi budidaya, tingkat kesuburan lahan terus menurun serta eksplorasi potensi genetik tanaman
belum optimal.
Rendahnya
penerapan teknologi budidaya tampak dari besarnya kesenjangan
potensi produksi dari hasil penelitian dengan hasil di lapangan yang diperoleh
oleh petani. Hal ini disebabkan karena pemahaman dan penguasaan penerapan paket
teknologi baru yang kurang dapat dipahami oleh petani secara utuh sehingga
penerapan teknologinya sepotong-sepotong. Permasalahan pemanfaatan
teknologi yang makin menurunkan kualitas pangan, antara lain:
1) Penggunaan
varietas unggul yang tidak sesuai dengan kearifan lokal sehingga pada masa
tertentu bahkan makin menurunkan hasil produksi pangan.
2) Penggunaan
pupuk yang tidak tepat.
3) Pemanfaatan
bahan kimia secara terus menerus yang membuat tingkat pesuburan tanah menjadi
menurun.
4) Pemanfaatan
air irigasi yang tidak efisien.
Dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan nasional,
perlu upaya-upaya Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dengan mengelola
teknologi moderen yang sesuai dengan perundang-undangan maupun kearifan lokal.
Pengelolaan teknologi moderen harus mengacu kepada aspek ketahanan nasional,
yang mencakup hubungan manusia dengan alam sekitarnya yang berupa Trigatra
(gatra geografi, gatra sumber kekayaan alam dan gatra kependududkan) serta
hubungan manusia dalam kehidupan sosialnya berupa Pancagatra (gatra ideologi,
gatra politik, gatra ekonomi, gatra sosial budaya dan gatra pertahanan dan
keamanan).
c. Pengelolaan
Teknologi Moderen Dalam Perspektif Ketahanan Nasional Mampu Mewujudkan
Kemandirian Pangan Nasional.
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 dari Badan
Pusat Statistik[7], jumlah
penduduk Indonesia sebanyak 237.641.326 jiwa yang mencakup mereka yang
bertempat tinggal di perkotaan 118.320.256 jiwa dan di daerah pedesaan
119.321.070 jiwa. Penyebaran penduduk meliputi pulau Sumatera yang luasnya
25,2% dari luas seluruh wilayah Indonesia dihuni 21,3% penduduk. Pulau Jawa
dengan luas 6,8% dihuni oleh 57,5% penduduk, Kalimantan yang luasnya
28,5% dihuni oleh 5,8% penduduk, Pulau Sulawesi yang luasnya 9,9% dihuni oleh
7,3% penduduk, Maluku yang luasnya 4,1% dihuni oleh 1,1% penduduk serta
Papua yang luasnya 21,8% dihuni oleh 1,5%% penduduk. Dari hasil sensus
penduduk pada tahun 2010 serta permasalahan lahan pertanian yang ada di
Indonesia, dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:
1) Penyebaran
penduduk masih belum merata. Prosentase jumlah penduduk yang tinggal di
perkotaan dan pedesaan masih belum proporsional.
2) Luas
lahan pertanian pangan produktif makin sempit serta tingkat kesuburan tanah
makin menurun.
3) Pemanfaatan
teknologi moderen dalam bidang pertanian masih belum tersosialisasikan dengan
baik.
4) Mahalnya
teknologi serta kurang mampunya petani dalam memperoleh teknologi porduktivitas
dan budidaya pertanian.
Untuk
mengatasi permasalahan di atas, Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah harus segera melaksanakan upaya-upaya melalui pengelolaan teknologi
moderen yang tetap sesuai dengan kedelapan Grata (Astagatra) pada Ketahanan Nasional. Upaya-upaya
pengelolaan teknologi moderen dalam perspektif Ketahanan nasional antara lain:
1) Trigarta (gatra geografi, gatra
sumber kekayaan alam dan gatra kependudukan). Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Konsep penguasaan oleh negara
tersebut berarti bahwa warga negara Republik Indonesia boleh mengusahakan
serta memanfaatkan kekayaan alam yang ada. Sumber-sumber kekayaan alam
sebagai karunia Tuhan adalah untuk memberi kehidupan kepada makhluknya,
dan kekayaan wilayah Indonesia, baik potensial maupun efektif adalah modal dan
milik bersama bangsa untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Rata-rata produktivitas tanaman
pangan nasional masih rendah. Rata-rata produktivitas padi adalah 4,4 ton/ha, jagung 3,2 ton/ha dan kedelai
1,19 ton/ha. Jika dibanding dengan negara produsen pangan lain di dunia
khususnya beras, produktivitas padi di Indonesia ada pada peringkat ke 29.
Australia memiliki produktivitas rata-rata 9,5 ton/ha, Jepang 6,65 ton/ha dan
Cina 6,35 ton/ha. Hal ini membutuhkan kebijakan pemimpin negara,
pemimpin daerah maupun tokoh-tokoh masyarakat agar pengelolaan teknologi
moderen dibidang pertanian mampu mewujudkan kemandirian pangan nasional.
Langkah-langkah pengelolaan teknologi pertanian antara lain:
a) Gatra
Geografi. Pengelolaan teknologi pertanian harus menyesuaikan dengan
geografi Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan mempertimbangkan ruang
hidup yang perlu dimanfaatkan secara proporsional. Pemerintah harus mampu
menyediakan subsidi
teknologi dalam bentuk modal bagi petani untuk memperoleh atau dapat
membeli teknologi produktivitas dan pengawalannya sehingga teknologi budidaya
dapat dikuasai secara utuh dan efisien sampai tahap pasca panennya. Perlu
pembukaan lahan baru yang mampu diberdayakan dalam rangka menambah hasil
produksi pangan nasional.
b) Gatra
Sumber Kekayaan Alam. Teknologi pertanian harus menyesuaikan karakter wilayah tropis, dengan iklim
Indonesia yang secara umum panas dan lembab serta banyaknya gunung
berapi. Teknologi yang diterapkan harus telah teruji pada lahan-lahan pertanian
tropis. Lahan pertanian yang pada awalnya sangat subur, saat ini telah
mengalami penurunan kesuburan, diakibatkan revolusi hijau yang mengandalkan pupuk dan pestisida sehingga memiliki dampak negatif pada
kesuburan tanah yang berkelanjutan dan terjadinya mutasi hama dan pathogen yang
tidak diinginkan. Sebagai contoh lahan yang terus dipupuk dengan urea cenderung menampakkan respon
kesuburan tanaman seketika, tetapi berdampak pada cepat habisnya bahan organik
tanah karena memacu berkembangnya dekomposer serta bahan organik sebagai sumber
makanan mikroba lain menjadi habis[8]. Pemakaian
pupuk kimia, alkali dan pestisida yang terus menerus menyebabkan tumpukan
residu yang melebihi daya dukung lingkungan yang jika tidak terurai akan
menjadi “racun tanah”. Akibatnya disamping hilangnya mikroba pengendali
keseimbangan daya dukung kesuburan tanah, juga terjadi ketidak-seimbangan mineral dan munculnya
mutan-mutan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang kontra produktif. Di lahan
sawah/irigasi dengan berbagai upaya program revolusi hijau yang telah ada, tidak lagi memberikan
kontribusi pada peningkatan produktivitas karena telah mencapai titik jenuh dan
produktivitas yang terjadi justru cenderung menurun. Upaya yang harus dilakukan
adalah melakukan soil management untuk mengembalikan kesuburan
tanah dengan memasukkan berbagai ragam mikroba pengendali yang mempercepat
keseimbangan alami dan membangun bahan organik tanah, kemudian diikuti dengan
pemupukan dengan jenis dan jumlah yang tepat dan berimbang serta teknik
pengolahan tanah yang tepat[9]. Telah
diketahui bahwa mikro organisme unggul yang berguna, dapat diintroduksikan ke
tanah dan dapat diberdayakan agar mereka berfungsi mengendalikan keseimbangan
kesuburan tanah sebagaimana mestinya.
c) Gatra Kependudukan. Pengelolaan
teknologi moderen harus menyesuaikan tingkat kepadatan penduduk disuatu
wilayah, serta kearifan lokal yang sudah melekat diwilayah tersebut yang
diteruskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Pemanfaatan teknologi
harus mempertimbangan jumlah, komposisi, persebaran dan kualitas penduduk. Pada
daerah yang terpencil dan jauh dari perkotaan, teknologi pertanian yang
diterapkan juga harus mempertimbangkan sarana prasarana serta transportasi yang
ada.
2) Pancagatra
(Gatra Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya serta Pertahanan dan
Keamanan). Pancagatra atau gatra sosial adalah
aspek-aspek kehidupan nasional yang menyangkut kehidupan dan pergaulan
hidup manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan
ikatan-ikatan, aturan-aturan dan normanorma tertentu. Pancagatra atau gatra
sosial meliputi gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan dan keamanan. Kelima gatra sosial tersebut mengandung
unsur-unsur yang bersifat dinamis[10].
Pengelolaan teknologi moderen dalam perspektif ketahanan nasional antara lain:
a) Gatra
Ideologi. Pembangunan nasional pada hakikatnya diarahkan untuk mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur yang merata material dan spiritual dalam
rangka pencapaian tujuan nasional. Dengan demikian pembangunan nasional harus dilandasi
moral dan etika yang sesuai dengan sistem nilai yang telah disepakati
bersama yaitu Pancasila. Kelima sila dalam Pancasila merupakan
kesatuan yang bulat dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya harus
mencakup semua nilai yang terkandung di dalamnya.Pengelolaan teknologi
moderen dibidang pertanian harus mengacu pada nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Pengelolaan teknologi pertanian harus menyesuaikan dengan
kemajemukan masyarakat Indonesia. Secara sosiologi bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa
dengan adat istiadat, bahasa, pandangan hidup serta agama dan kepercayaan
yang berbeda-beda. Teknologi yang diterapkan di suatu wilayah tidak harus
sama dengan wilayah yang lain, sehingga perlu diberdayakan uji Litbang tanaman
unggul terhadap masing-masing wilayah.\
b) Gatra
Politik. Politik adalah aspek kehidupan nasional yang berkaitan dengan kekuasaan
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara serta penyaluran aspirasi
rakyat sebagai wujud dari kedaulatan di tangan rakyat. Perlu
kebijakan pemerintah dengan memanfaatkan teknologi moderen yang sesuai dengan
kaidah-kaidah kemasyarakatan agar terwujud keseimbangan, keserasian dan
keselarasan hubungan dengan petani yang berada diposisi obyek pelaksana. Perlu
revisi Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang masih menempatkan
ketahanan pangan yang masih belum menyentuh aspek pebutuhan individu.
Pengelolaan teknologi pertanian harus menyesuaikan dengan kondisi politik
kewilayahan agar tidak terjadi benih-benih konflik yang dapat menjurus kepada
bahaya disintegrasi bangsa.
c) Gatra
Ekonomi. Dalam kehidupan ekonomi, teknologi merupakan faktor penting bagi upaya
peningkatan berbagai kegiatan ekonomi. Penggunaan teknologi mutakhir dapat
lebih mendayagunakan sumber daya alam, baik yang pontensial maupun yang
nyata. Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam terpeliharanya stabilitas
ekonomi yang sehat dan dinamis serta kemampuan menciptakan kemandirian
ekonomi nasional dengan daya saing tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat
yang adil dan merata. Pemanfaatan teknologi dapatmeningkatan kemampuan perekonomian
negara. Dilain pihak, teknologi dapat juga menimbulkan kerawanan karena
ketergantungan yang besar terhadap pihak luar serta kurangnya kemampuan
penguasaan teknologi serta pemanfaatannya. Negara berkembang pada umumnya
menghadapi masalah pengangguran. Untuk itu, diperlukan pemilihan teknologi
yang tepat guna, selain dapat memberikan nilai tambah dapat pula
memberikan kesempatan kerja[11].Pembangunan
ekonomi diarahkan kepada mantapnya ketahanan ekonomi melalui terciptanya
iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sesuai. Perlu eksplorasi
potensi genetik tanaman yang optimal agar hasil petani sesuai dengan hasil dalam penelitian. Dalam hal
ini teknologi pemuliaan telah mengalami kemajuan yang cukup berarti dalam
menciptakan berbagai varietas unggul berpotensi dan keselarasan produksi tinggi. Meskipun upaya breeding moderen,
teknologi transgenik dan hibrida dirancang agar tanaman yang dikehendaki
memiliki kemampuan genetik produksi tinggi, tetapi jika dalam menerapkannya di
lapangan asal-asalan, maka performa keunggulan genetiknya tidak nampak. Hasil
penggunaan varietas unggul di lapangan seringkali masih jauh dari
harapan.
d) Gatra
Sosial Budaya. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan sub-etnis,
yang masing-masing memiliki kebudayaannya sendiri. Dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan daerah sebagai suatu sistem nilai yang menuntun
sikap, perilaku dan gaya hidup, merupakan identitas dan menjadi kebanggaan
dari suatu bangsa yang bersangkutan. Saat ini, sulitnya melakukan
peningkatan produksi pangan nasional antara lain karena pengembangan lahan
pertanian pangan baru tidak seimbang dengan konversi lahan pertanian produktif
yang telah berubah menjadi fungsi lain seperti permukiman. Dari sisi
perluasan areal lahan tanaman pangan ini upaya yang dapat ditempuh yang
sesuai dengan aspek sosial budaya adalah:
(1) Memanfaatkan
lahan lebak dan pasang surut termasuk di kawasan pasang surut
(2) Mengoptimalkan
lahan tidur dan lahan tidak produktif di pulau Jawa.
(3) Kedua
pilihan di atas mutlak harus di barengi dengan menerapkan teknologi
produktivitas mengingat sebagian besar lahan tersebut tidak subur untuk tanaman
pangan.
(4) Memberdayakan
adat istiadat setempat dalam rangka pembukaan lahan pertanian serta melibatkan
pemimpin adat yang menjadi panutan.
(5) Pemanfaatan
teknologi pertanian wajib menyesuaikan kearifan lokal, baik aspek penanaman,
bibit maupun budaya setempat.
e). Gatra Pertahanan dan Keamanan. Kesejahteraan
dan keamanan dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dan merupakan
kebutuhan manusia yang mendasar serta ensensial, baik bagi perorangan
maupun kelompok dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam kehidupan nasional, tingkat kesejahteraan dan keamanan yang serasi
mencerminkan keuletan dan ketangguhan Ketahanan Nasional. Dampak-dampak
yang timbul karena peningkatan kepadatan populasi di suatu daerah adalah dengan
meningkatnya kebutuhan pangan.Thomas Robert Malthus menyatakan bahwa
pertumbuhan penduduk dunia seperti deret ukur sedangkan pertumbuhan
ekonomi seperti deret hitung, artinya pertumbuhan penduduksangat cepat
sedangkan pertumbuhan produksi pangan sangat lambat. Dampak lain yang
rawan terhadap keamanan adalah dengan menurunnya ketersediaan pangan. Lebarnya
jarak antara supply and demand terhadap kebutuhan panganakan
mengakibatkan ketahanan nasional dapat menurun. Pengelolaan teknologi moderen
dalam pertanian tetap harus menjaga stabilitas keamanan setempat.
Langkah-langkah yang perlu ditingkatkan dalam rangka pengelolaan
teknologi pertanian, meliputi:
(1) Pengembangan
sumber daya yang dimiliki dalam negeri (resource based), baik sumber
daya manusia maupun sumber daya alam dengan memberi perhatian jauh lebih besar
pada sistem pelatihan maupun pengembangan teknologi ramah lingkungan.
(2) Sistem
pendidikan yang siap pakai dan memiliki keterkaitan dengan sektor pertanian
yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, termasuk pengembangan
sistem pendidikan yang akrab teknologi pertanian, serta kemudahan akses
pendidikan tinggi hingga ke jenjang pendidikan tinggi yang akan meningkatkan
daya saing sumber daya manusia.
(3) Penguasaan
teknologi pertanian yang tepat guna dalam mendukung resource based
industry.
(4) Penguasaan
teknologi informasi dan akses ke jalur informasi.
(5) Kesediaan
lapangan kerja bidang pertanian yang juga bertumpu pada sumber daya yang
dimiliki (resource based).
(6) Sistem
pertahanan dan keamanan yang berpihak pada kepentingan masyarakat banyak, yang
dapat memberikan jaminan rasa aman bagi masyarakat dalam menjalankan roda
perekonomian termasuk memanfaatkan teknologi pertanian.
3. Penutup.
a.
Kesimpulan.
1) Ketersediaan pangan tingkat
nasional maupun regional belum dapat menjamin ketahanan pangan hingga tingkat
individu. Kemandirian pangan nasional masih belum tercapai karena kemampuan
produksi pangan dalam negeri masih masih rendah sedangkan populasi penduduk dan
penyebarannya telah menimbulkan permasalahan ketersediaan dan kecukupan pangan.
2) Pengelolaan teknologi
dalam penggunaaan benih unggul dan pupuk kimia yang diterapkan sejak lama,
mengakibatkan merosotnya kualitas dan kesuburan lahan, pada aspek lain telah
menyebabkan terabaikannya varietas unggul dan kearifan teknologi lokal yang
menjadi kebanggaan masyarakat setempat. Perlu pengelolaan teknologi pertanian
yang mampu menjaga ketahanan pangan dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan
nasional.
3) Upaya pengelolaan teknologi
moderen dalam perspektif ketahanan nasional terbukti mampu mewujudkan kemandirian
pangan nasional, melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a) Pengelolaan
teknologi moderen dibidang pertanian harus mengacu pada nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Pengelolaan teknologi pertanian harus menyesuaikan
dengan kemajemukan masyarakat Indonesia.
b) Perlu eksplorasi potensi genetik tanaman dalam
bentuk varietas unggul yang optimal agar hasil petanisesuai dengan hasil dalam penelitian.
c) Pemanfaatan
teknologi pertanian wajib menyesuaikan kearifan lokal, baik aspek penanaman,
bibit maupun budaya setempat.
d) Pengembangan
sumber daya yang dimiliki dalam negeri (resource based), baik sumber
daya manusia maupun sumber daya alam dengan memberi perhatian jauh lebih besar
pada sistem pelatihan maupun pengembangan teknologi ramah lingkungan serta
penguasaan teknologi pertanian yang tepat guna dalam mendukung resource
based industry.
b. Saran.
1) Perlu
segera penetapan Rancangan Undang-Undang yang pro rakyat untuk pengganti
Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan yang sudah tidak sesuai
sehingga diharapkan pemenuhan hasil produksi pangan dapat meningkat dalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan serta kemandirian panbgan nasional.
2) Dalam
rangka pengelolaan teknologi moderen perlu keterlibatan aktif Kementrian Riset
dan Teknologi serta BPPT, serta melibatkan tenaga ahli dari lembaga penelitian
maupun pendidikan tinggi setempat.
[1]Pokja Geostrategi dan Tannas Lemhannas RI,
2011. BS Geostrategi dan Ketahanan Nasional, Sub BS Konsepsi Ketahanan
Nasional, Hal 11
[2] Pokja Geostrategi dan Tannas Lemhannas RI, 2011. BS
Geostrategi dan Ketahanan Nasional, Sub BS Konsepsi Ketahanan Nasional,
Hal 11
[4] Pokja Geostrategi dan Tannas Lemhannas RI, 2011. BS
Geostrategi dan Ketahanan Nasional, Sub BS Konsepsi Ketahanan Nasional, Hal 24
[6] Pantjar Simatupang, Profesor. Dr. “Riset pada pusat sosial ekonomi dan kebijakan
pertanian, bogor, kebijakan dan strategi pemantapan ketahanan pangan wilayah”,
http.litbang.go.id. diakses Jumat 4 Mei 2012, jam 13.40 WIB
[8] Jaegopal Hutapea, Dr dan Ali Zum Mashar, SP, 2009,
“Ketahanan Pangan Dan Teknologi Produktivitas Menuju Kemandirian Pertanian
Indonesia”. Hal 7
[10] Pokja Geostrategi dan
Tannas Lemhannas RI, 2011. BS Geostrategi dan Ketahanan Nasional, Sub BS
Konsepsi Ketahanan Nasional, Hal 29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar