Minggu, 14 Mei 2017

HAKEKAT DAN POSTUR PERTAHANAN NEGARA




Pertahanan negara merupakan salah satu unsur dalam sistem keamanan nasional (Sayidiman Suryohadiprojo, 2005). Pertahanan negara dilakukan untuk menghadapi dan mengatasi serangan fisik militer yang dilakukan terhadap negara Indonesia.  Menurut Von Clauswitz dalam buku Vom Kriege, perang adalah tindak kekerasan yang dilakukan satu negara untuk memaksakan kehendaknya kepada negara lain. Pertahanan negara merupakan kekuatan utama untuk membentuk daya tangkal, yang amat dipengaruhi oleh efektifitas sistem keamanan nasional dan sistem kesejahteraan nasional. TNI sebagai kekuatan inti pertahanan harus dilengkapi dengan alutsista yang moderen dan handal, serta diupayakan semaksimal mungkin dapat dipasok oleh industri dalam negeri.

Pertahanan negara pada hakekatnya merupakan segala upaya pertahanan yang bersifat semesta. Penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia, yang merdeka dan berdaulat. Kesemestaan mengandung makna pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh. Sistem pertahanan negara bersifat semesta bercirikan kerakyatan, kesemestaan, dan kewilayahan. Ciri kerakyatan mengandung makna bahwa orientasi pertahanan diabdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat. Ciri kesemestaan mengandung makna bahwa seluruh sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan, serta ciri kewilayahan merupakan gelar kekuatan pertahanan yang tersebar  di seluruh wilayah NKRI, sesuai dengan kondisi geografi sebagai satu kesatuan pertahanan. Secara umum kondisi geografis negara di dunia hanya dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu negara yang tidak memiliki laut (land locked countries) dan negara yang dikelilingi oleh atau sebagian berbatasan dengan laut atau pantai. Negara-negara yang dikelilingi oleh laut atau sebagian oleh laut, dengan kebijakan yang mengutamakan aspek kelautan, disebut sebagai negara maritim. Salah satu contoh negara yang menjadikan laut sebagai sumber kemakmurannya adalah Amerika Serikat. Amerika Serikat secara jelas dan gamblang menyebut diri sebagai negara maritim (the United States of America is a maritime nation).[1] Pemerintah Amerika Serikat sangat menyadari bahwa laut dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Politik dan pemerintahan suatu negara tidak boleh mengingkari posisi dan kondisi geografisnya, karena faktor ini akan menjadi penentu dalam penyusunan strategi pertahanan dan strategi militer, yang tentu saja sangat berpengaruh pada kemajuan ekonomi negaranya (geography is the bone of strategy).

Postur pertahanan negara merupakan wujud penampilan kekuatan pertahanan negara yang mencerminkan kekuatan, kemampuan, gelar pertahanan negara, yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan agar dapat menjawab berbagai kemungkinan tantangan, ancaman potensial maupun aktual. Postur ini memiliki tiga aspek utama, yaitu kemampuan (capability), kekuatan (force) dan gelar (deployment). Pada Kabinet Kerja tahun 2014-2019, kekuatan pertahanan negara dikembangkan untuk mengintegrasikan postur pertahanan militer dan pertahanan nir-militer, berdasarkan strategi yang merefleksikan kemampuan, kekuatan dan penggelaran kekuatan pertahanan. Postur dan strategi pertahanan negara diharapkan dapat mendukung kebijakan nasional, serta dapat diproyeksikan setidaknya sesuai rencana pembangunan jangka waktu tertentu, dihadapkan pada kondisi kemampuan negara dalam mengalokasikan anggaran pertahanan. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 mengisyaratkan pembangunan keamanan berfokus pada lima hal, antara lain pembangunan pertahanan yang mencakup sistem dan strategi pertahanan, postur dan struktur pertahanan, profesionalisme TNI, pengembangan teknologi pertahanan dalam mendukung ketersediaan alutsista, komponen cadangan, dan pendukung pertahanan[2]. Pembangunan pertahanan diarahkan untuk mewujudkan kemampuan yang diharapkan dapat melampaui kekuatan pertahanan minimal (dalam artian diatas Minimum Essential Forces), serta memiliki efek penggentar. Alokasi anggaran pertahanan negara yang selalu berkisar antara 0,7% s/d 1% dari PDB, secara bertahap akan ditingkatkan menjadi 1,5% sampai dengan tahun 2019. Oleh karena itu perlu pemilihan alutsista yang tepat dan penerapan teknologi pertahanan yang moderen dengan memanfaatkan teknologi industri dalam negeri semaksimal mungkin.

Sebagai konsekuensi ditetapkannya poros maritim dunia yang terdiri dari lima pilar utama, maka segenap potensi kekuatan pertahanan dengan TNI sebagai kekuatan inti, harus diarahkan untuk melindungi dan mengamankan visi poros maritim dunia. Kekuatan alutsista pokok pertahanan maritim (baca: kapal perang, pesawat tempur, senjata pertahanan udara Arhanud, drone, satelit dll) akan memainkan peranan yang penting, mengingat konfigurasi negara Indonesia sebagai negara maritim yang berbatasan laut dengan 10 negara tetangga. Dikaitkan antara pencapaian kekuatan pertahanan maritim yang handal, serta dihadapkan kepada keterbatasan anggaran yang mewujud ke dalam postur MEF, maka perhitungan kekuatan pertahanan selanjutnya tidak hanya berdasarkan kuantitas alutsista semata, tetapi lebih kepada kualitas untuk pencapaian tugas pokok yang dihadapkan kepada konstelasi geografis sebagai negara kepulauan. Seberapapun jumlah perhitungan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki, harus dapat melindungi dan mengamankan kepentingan nasional Indonesia sesuai prioritas yang dipilih, untuk itu perlu kebijakan Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (MEF) direvisi menjadi Pembangunan Kekuatan Pokok Pertahanan (Defense Essential Force) yang berdasarkan kondisi geografis negara Indonesia yang merupakan negara maritim.


[1] US Navy,“A Cooperative Strategy For 21st Century Sea Power”, Maret 2015
[2] RPJPN 2005-2025, Bappenas RI, 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkaca Pada Negara Maritim Norway Yang Saya Kunjungi

Selama beberapa hari berkunjung ke Oslo sbg ibukota negara Norway dlm rangka mengikuti sidang FAO, banyak pelajaran yg saya anggap berm...