1. Pendahuluan.
a. Latar
Belakang masalah.
Sistem
Manajemen Nasional merupakan sistem manajemen yang diterapkan
dalam organisasi negara, yang merupakan suatu perpaduan dari tata
nilai, struktur, fungsi dan proses sebagai himpunan usaha untuk
mencapai kehematan, daya guna dan hasil guna sebesar mungkin dalam
menggunakan sumber daya dan dana nasional dalam rangka mewujudkan tujuan
nasional, meliputi berbagai siklus kegiatan berupa perumusan
kebijaksanaan (Policy Formulation), pelaksanaan kebijaksanaan (Policy
Implementation), dan penilaian hasil-hasil pelaksanaan kebijaksanaan
nasional[1]. Salah
satu orientasi Sismennas adalah untuk membangun keterpaduan dan kerjasama
antar lembaga, antar bidang, antar sektor, antar wilayah, dan antar
pemerintah dengan masyarakat, termasuk dalam rangka mewujudkan ketahanan
pangan nasional.
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama manusia, oleh karena
itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu. Ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan sampai dengan individu, yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
bergizi, merata, dan terjangkau serta sesuai dengan keyakinan, budaya, dan
selera untuk dapat hidup sehat dan aktif. Saat ini ketersediaan pangan belum
mampu mewujudkan ketahanan pangan sampai dengan tingkat individu sehingga
mempengaruhi upaya pencapaian kemandirian bangsa.
Tantangan pangan Indonesia semakin hari semakin kompleks.
Pada satu sisi, peningkatan permintaan bahan pangan terus terjadi seiring
dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk serta meningkatnya daya beli dan
selera masyarakat akan bahan pangan. Menurut draft RUU sebagai pengganti
Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, kemandirian pangan diartikan
sebagai kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan
ketahanan pangan, yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan yang cukup ditingkat
individu. Ada tiga permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian
kemandirian pangan nasional, antara lain distribusi, produksi serta konsumsi
pangan. Salah satu faktor dominan penyebab rendahnya kemandirian
pangan nasional adalah aspek kebijakan penanganan pangan serta banyaknya
instansi yang menangani permasalahan pamngan. Dengan implementasi hubungan
kerja antar berbagai instansi yang menangani masalah pangan maka diharapkan
akan terwujud ketahanan pangan nasional untuk dapat meningkatkan kemandirian
bangsa.
b. Identifikasi
Masalah. Permasalahan kebijakan penanganan pangan perlu
mempertimbangkan berbagai aspek antara lain globalisasi perekonomian, terutama
dengan adanya liberalisasi perdagangan dunia, struktur perdagangan pangan
internasional, serta permasalahan nasional dalam bentuk eforia otonomi daerah,
yang mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan dapat dilihat
secara umum dengan ketersediaan beras sebagai komoditas pangan strategis.
Ketersediaan beras belum mampu mewujudkan ketahanan pangan sampai dengan
tingkat individu, sehingga Pemerintah melaksanakan kebijakan-kebijakan
diantaranya dengan impor beras. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), walaupun sejak
tahun 2008 produksi beras nasional selalu surplus, tetapi impor beras terus dilakukan. Sampai bulan Juli tahun 2011[2], Pemerintah
telah melakukan pengadaan beras melalui impor sebanyak 1,57 juta ton. Beras impor tersebut paling banyak berasal
dari Vietnam yaitu 892,9 ribu ton dengan nilai USD 452,2 juta, dari Thailand sebanyak 665,8 ribu ton dengan nilai USD 364,1 juta. Kebijakan impor
beras berkaitan dengan berbagai instansi Pemerintah yang apabila tidak
disinkronisasikan dengan baik, akan berakibat pada disharmoni serta memunculkan
permasalahan yang baru, diantaranya penurunan harga beras pada saat masa panen,
memperbesar tingkat kemiskinan, serta menambah jumlah pengangguran. Stabilitas
harga pangan nasional sangat berpengaruh pada tingkat inflasi serta kualitas
sumber daya manusia pada generasi yang akan datang.
Berdasarkan Peraturan Presiden RI nomor 83 tahun 2006
tentang Dewan Ketahanan Pangan[3], dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan nasional sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1996 tentang pangan, telah dibentuk Dewan Ketahanan Pangan yang merupakan
lembaga non struktural yang bertugas merumuskan kebijakan serta melaksanakan
evaluasi dan pengendalian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Tugas Dewan Ketahanan Pangan meliputi bidang penyediaan pangan, distribusi
pangan, cadangan pangan, penganeka ragaman pangan, pencegahan serta
penanggulangan masalah pangan dan gizi.
Susunan Dewan Ketahanan Pangan Nasional yang diketuai
Presiden Republik Indonesia, terdiri dari berbagai instansi yang sejajar,
antara lain Menteri Pertanian, Mendagri, Menteri Keuangan, Menteri
Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan
Perikanan, Menteri Perhubungan, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kesehatan,
Menteri Sosial, Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah,
Menristek, Menteri Negara PPN/Kepala Bapppenas, Menteri Negara BUMN, Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kepala BPS serta Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Selain itu juga dibentuk Dewan Ketahanan Pangan Provinsi dan
Kabupaten/kota. Banyaknya instansi yang menangani pangan mengakibatkan rawan
misskoordinasi karena sebagian besar instansi tersebut juga memiliki tugas
pokok masing-masing.
c. Rumusan
Pokok Masalah.
Banyaknya instansi yang menangani bidang pangan baik di
tingkat pusat maupun daerah membutuhkan hubungan kerja dan tata kerja yang
tepat dalam menentukan kebijakan pangan sehingga tidak terjadi tumpang tindih (overlapping) tugas
maupun kesenjangan bidang penugasan. Perlu pelaksanaan tugas yang menerapkan
prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi antar satuan organisasi.
Pemerintah negara sebagai organisasi yang sangat besar dan
kompleks, membutuhkan manajemen modern yang diharapkan antar instansi dapat
melaksanakan metoda KISS Me, meliputi Koordinasi, Integrasi,
Simplikasi, Sinkronisasi serta Mekanisasi dengan baik dan benar, sehingga untuk
permasalahan pangan dapat tertangani dengan benar. Dengan implementasi hubungan kerja antar instansi yang
menangani permasalahan pangan nasional
maupun daerah, diharapkan dapat
meningkatkan kemandirian bangsa.
2. Pembahasan.
a. Ketahanan
Pangan Nasional Saat Ini.
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia
yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah
satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945
maupun dalam Deklarasi Roma tahun 1996 tentang ketahanan pangan
dunia. Sebagai kebutuhan dasar dan hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan
peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Perbandingan antara
kurangnya ketersediaan pangan dengan makin meningkatnya kebutuhan, dapat
menciptakan ketidakstabilan ekonomi maupun politik. Berbagai gejolak
sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi
kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilisasi nasional yang dapat
meruntuhkan Pemerintah yang sedang berkuasa.
Pengalaman telah membuktikan bahwa gangguan pada ketahanan
pangan seperti meroketnya kenaikan harga beras dan berbagai bahan pokok
lainnya pada waktu krisis ekonomi 1997/1998, telah berkembang
menjadi krisis multi dimensi, yang selanjutnya memicu kerawanan
sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional. Pangan memiliki
pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi berupa penyerapan tenaga
kerja berbagai strata, pertumbuhan dan dinamika ekonomi, terjaganya lingkungan yaitu menjaga
tata guna air dan udara bersih serta aspek sosial politik sebagai perekat
bangsa, penjagaketertiban dan keamanan masyarakat serta kemandirian
bangsa.
Saat ini Jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 216 juta
jiwa dengan angka pertumbuhan 1,75% per tahun[4]. Angka
tersebut mengindikasikan besarnya kebutuhan pangan yang harus disediakan
Pemerintah dalam bentuk produksi pangan nasional, cadangan pangan serta melalui
impor pangan apabila dibutuhkan. Kebutuhan pangan yang sangat besar apabila
tidak diimbangi peningkatan produksi pangan akan menghadapi permasalahan serius
dalam bentuk kekurangan pangan, instabilitas nasional serta kesenjangan antara
kebutuhan dan ketersediaan pangan nasional.
Ketahanan pangan nasional sangat ditentukan oleh peningkatan
laju pertumbuhan produksi pangan yang saat ini rata-rata negatif dan cenderung
menurun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk selalu positif yang berarti bahwa
kebutuhan terus meningkat. Ketersediaan total produksi dan kebutuhan nasional
dari tahun ke tahun pada tiga komoditas pangan utama, yaitu padi, jagung dan
kedelai menunjukkan kesenjangan yang terus melebar. Kesenjangan yang makin
melebar terus dibiarkan, maka akan menyebabkan resiko penambahan impor bahan
pangan yang semakin besar dan berpengaruh terhadap ketahanan nasional dan
kemandirian bangsa karena bangsa Indonesia akan semakin tergantung pada negara
lain.
Ketersediaan pangan nasional dan pengelolaannya pada era
Kabinet Indonesia Bersatu jilid dua selalu menjadi salah satu prioritas utama
pembangunan nasional. Kegiatan pengelolaan pangan oleh Pemerintah
seringkali mendapat kritik karena adanya ketidak-sempurnaan kegiatan yang
diakibatkan oleh kebijakan sektoral, tumpang tindihnya kewenangan serta
kurangnya koordinasi antar lembaga dan instansi Pemerintah. Permasalahan akibat
kurang terkendalinya pengelolaan pangan, disebabkan kelemahan dalam proses
penyusunan kebijakannya maupun karena akibat lain yang akan
menimbulkan distorsi pasar. Intervensidalam bentuk impor pangan dianggap
rasional apabila dilakukan dalam keadaan defisit pangan atau jika
infrastruktur pemasaran dan kelembagaan tidak cukup berkembang serta kompetitif
untuk melindungi kepentingan produsen dan konsumen. Kemudahan mewujudkan
ketersediaan pangan, stok pangan dunia yang tersedia serta kemungkinan
alternatif baru bentuk program stabilisasi harga, mendorong berbagai pihak
untuk selalu mengevaluasi kembali kebijakan pangan Pemerintah. Sebagai
salah satu negara berkembang, Indonesia sejak lama telah menetapkan
bahwa ketahanan pangan sebagai salah satu tujuan pembangunan nasional. Sampai
sekarang pun, tujuan itu masih dilanjutkan seperti yang tertuang dalam RPPK
(Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan) dan RPJM (Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional). Mengingat begitu banyaknya lembaga
dan instansi Pemerintah yang terkait dengan ketahanan pangan, maka perlu
langkah lanjutan yang berkaitan dengan pembentukan Dewan Ketahanan Pangan
Nasional dalam bentuk aplikasi di lapangan agar dapat meningkatkan kemandirian
bangsa.
b. Implementasi Hubungan Kerja Antar Instansi
Untuk Ketahanan Pangan Dapat Meningkatkan Kemandirian Bangsa.
Pada dasarnya instansi pemerintah adalah kementrian negara,
Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK), Lembaga Non Struktural (LNS),
sekretariat lembaga tinggi negara dan lembaga negara, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten serta pemerintah kota[5]. Sedangkan
hubungan masyarakat adalah suatu yang sengaja dilakukan dan direncanakan secara
berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling
pengertian antara sebuah lembaga/institusi dan publiknya[6].
Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya
suatu kebijakan, melalui kegiatan pemantauan dan penilaian. Implementasi
hubungan kerja antar instansi Pemerintah berkaitan dengan kebijakan yang telah
dicanangkan, obyek dan materi kebijakan, organisasi pelaksana kebijakan
tersebut serta faktor lingkungan yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.
Kebijakan ketahanan pangan melalui Peraturan Presiden nomor
83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Nasional, bertujuan untuk merumuskan
kebijakan serta melaksanakan evaluasi dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan
nasional. Tugas Dewan Ketahanan Nasional meliputi kegiatan dibidang penyediaan
pangan, distribusi pangan, cadangan pangan, penganeka ragaman pangan,
pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi[7]. Mengingat
kompleksitas permasalahan yang ditangani maka dibentuk juga Dewan Ketahanan
Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Ketahanan pangan nasional diharapkan mampu menciptakan
kemandirian bangsa. Kemandirian bangsa adalah suatu bangsa yang mampu berdiri
diatas kekuatan sendiri dengan segala sumber daya yang dimiliki, mampu
memecahkan persoalan yang dihadapi dan mampu mengembangkan inovasi keunggulan
daya saing untuk bisa berdiri sejajar dengan bangsa lain dalam kancah regional
maupun global.
Program Kabinet Indonesia Bersatu II pada Renstra tahun 2009
– 2014 yang menjadi agenda untuk direalisasikan, adalah mewujudkan 3 (tiga)
agenda untuk 5 tahunan, meliputi :
1) Peningkatan
kesejahteraan masyarakat (prosperity).
2) Penguatan
kualitas pembangunan demokrasi (democracy).
3) Peningkatan
kualitas penegakan hukum dan keadilan (justice).
Peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan agenda yang
pertama dalam program Kabinet Indonesia Bersatu II untuk mengurangi
jumlah penduduk yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Permasalahan
kekurangan pangan sangat berkaitan dengan kemiskinan. Implementasi hubungan kerja antar instansi dalam
rangka mencapai ketahanan
pangan, dapat dilaksanakan dengan manajemen KISS ME, meliputi
Koordinasi, Integrasi, Simplikasi, Sinkronisasi serta Mekanisasi, meliputi:
1) Koordinasi.
Koordinasi didefinisikan sebagai proses penyatuan tujuan masing-masing lembaga
dari berbagai elemen substitusi negara dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Koordinasi merupakan suatu kata yang mudah disampaikan
tetapi sangat sulit untuk dilaksanakan, bahkan di negara yang sudah maju
sekalipun. Pedoman koordinasi yang berkaitan dengan ketahanan pangan
nasional dan dikaitkan dengan Dewan Ketahanan Pangan adalah:
a) Penanganan
pangan harus dikoordinasikan secara terpusat, sehingga ada unsur pengendali
guna menghindari kegiatan yang bersifat sektoral, terpisah dan saling tumpang
tindih. Tugas Dewan ketahanan pangan adalah untuk membantu Presiden RI dalam
merumuskan kebijakan dan evaluasi dan pengendalian pangan, namun susunan
organisasi dewan diketuai oleh Presiden RI dengan Ketua Harian Menteri
Pertanian. Dihadapkan pada aspek manajemen, penyusunan organisasi dewan
terjadi tumpang tindih dimana Presiden seorang ketua Dewan Ketahanan Pangan
membantu dirinya sendiri. Seharusnya Dewan Ketahanan Pangan cukup
diketuai oleh Wakil Presiden Republik Indonesia atau Menteri Koordinator Kesra
untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan, mengevaluasi dan
mengendalikan jhal-hal yang berkaitan dengan ketahanan pangan nasional.
b) Koordinasi
yang berkaitan dengan ketahanan pangan harus terpadu. Keterpaduan koordinasi
menunjukkan adanya keadaan yang saling mengisi dan memberi. Dewan ketahanan
pangan terdiri dari delapan belas kementrian dan lembaga tinggi negara yang dari
aspek manajemen terlihat sangat gemuk, dan apabila tidak dikoordinasikan secara
terpadu, akan mengakibatkan inefisiensi program kegiatan. Koordinasi pangan
harus dipadukan oleh Ketua Dewan maupun Ketua Harian secara rutin dan
komprehensif, sehingga masing-masing institusi tahu tugas dan tanggung jawab
berkaitan dengan ketahanan pangan nasional.
c) Koordinasi
harus berkesenimbangunan, yaitu rangkaian kegiatan yang saling menyambung dan
terkait antar instansi yang termasuk dalam Dewan Ketahanan pangan. Untuk itu
dibutuhkan road map dalam bentuk cetak biru (Blue Print) yang
memuat perencanaan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang dalam
rangka ketahanan pangan yang dapat mewujudkan kemandirian bangsa.
d) Koordinasi
harus menggunakan pendekatan multi instansional, dalam bentuk saling memberikan
informasi tentang tugas pokok masing-masing, sehingga dapat dihindari
permasalahan tumpang tindih kebijakan pangan nasional.
2) Integrasi. Integrasi
berasal dari bahasa Inggris “Integration” yang berarti kesempurnaan atau
keseluruhan. Integrasi kebijakan pangan dapat dimaknai sebagai proses
penyesuaian berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pangan sehingga
tercapai keserasian fungsi masing-masing instutusi. Integrasi lebih cenderung
kepada penyatuan rencana tindak tentang kebijakan pangan, dengan tetap
menyesuaikan tugas pokok masing-masing. Integrasi dilaksanakan agar tidak
terjadi kesalahpahaman dan konflik yang diakibatkan oleh ego sektoral dalam
menangani permasalahan pangan. Pedoman integrasi yang berkaitan dengan
ketahanan pangan nasional adalah:
a) Perlunya
kesepakatan (konsensus) yang jelas tentang tujuan, visi dan misi Dewan
Ketahanan Pangan Nasional, serta tugas-tugas masing-masing institusi dalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan. Tugas ketua harian sangat dominan dalam
mengintegrasikan pelaksanaan kegiatan dilapangan, mulai dari hulu sampai kepada
hilir.
b) Tercapainya
kesatuan langkah tindak (cros-cutting affiliation) dalam menghadapi
perbedaan pandangan yang diakibatkan oleh perbedaan latar belakang, perbedaan
disiplin ilmu serta perbedaan tugas masing-masing instansi.
3) Simplikasi. Pengertian
simplikasi adalah makna realitas yang sangat tergantung pada pemaknaan suatu
masalah secara lebih sederhana, dengan pola pikir yang diterapkan untuk
memahami sesuatu permasalahan. Simplikasi adalah segala usaha untuk melakukan
penyederhanaan organisasi termasuk organisasi negara dalam bentuk
penyederhanaan cara kerja guna efisiensi tenaga, waktu dan biaya, sehingga
tercapai tujuan yang telah direncanakan. Permasalahan pangan merupakan hal yang
sangat kompleks dan mengandung resiko yang besar karena berkaitan dengan
kepentingan masyarakat umum, serta prioritas pembangunan dalam rangka mencapai
tujuan nasional seperti yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Perpres RI nomor 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan, memiliki tugas kegiatan
dalam penyediaan pangan, distribusi pangan, cadangan pangan, penganekaragaman
pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi. Dengan susunan
organisasi yang sangat gemuk, perlu dilaksanakan simplikasi dalam melaksanakan
masing-masing tugas, misalnya dalam rangka upaya penyediaan pangan, maka Ketua
Harian dapat melibatkan beberapa instansi terkait saja, antara lain Kementrian
dalam Negeri, Kementrian keuangan, Kementrian Perindustrian, Kementrian
Perdagangan, Kementrian Kesehatan, kementrian Pendiidikan dan Kebudayaan,
Kementrian negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementrian riset dan
teknologi dan kementrian Negara PPN/Ketua Bappenas. Demikian pula untuk tugas
yang lain. Simplikasi dapat dilaksanakan secara terpadu namun harus tetap
bersifat kenyal dan fleksibel sehingga pelaksanaaannya lebih aplikatif.
Masing-masing tugas dalam kegiatan ketahanan pangan harus diintegrasikan secara
tepat tujuan dan secara terprogram, sehingga permasalahan yang muncul dapat
segera diatasi. Rapat pleno yang dilaksanakan Dewan Ketahanan Pangan dalam
menentukan kebijakan pangan nasional harus sudah membahas penyelesaian masalah
masing-masing kelompok kerja, untuk selanjutnya diintegrasikan dengan bidang
yang lain.
4) Sinkronisasi. Sinkronisasi
adalah proses penyamaan data antara perangkat instansi yang dilakukan secara
berkala dan terencana. Sinkronisasi diperlukan untuk menghindari terjadinya
ketidak konsistenan data akibat adanya akses data yang tidak valid. Menurut Dr.
Awaluddin Djamin, MPA, Sinkronisasi adalah suatu usaha untuk
menyesuaikan/ menyelaraskan tindakan-tindakan dari berbagai badan/instansi/unit
tersebut sehingga di dapat keserasian. Langkah-langkah dalam aspek sinkronisasi
ketahanan pangan antara lain:
a) Melakukan
sinkronisasi antara aspek perencanaan kegiatan ketahanan pangan
dengan aspek pelaksanaan pembangunan nasional, terutama pada aspek
prioritas pembangunan kemandirian pangan, sesuai yang tertuang dalam RPPK
(Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan) dan RPJM (Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional).
b) Dewan
Ketahanan Pangan perlu mensinergikan pemanfaatan dana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan melalui Kementerian/Lembaga dengan dana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta sumber dana lainnya untuk
pembangunan ketahanan pangan daerah.
c) Kementrian
Pekerjaan Umum dengan dibantu kementrian terkait, melaksanakan sinkronisasi
pembangunan prasarana jalan dan jembatan, untuk membuka keterisolasian,
mempersingkat jarak tempuh, dan membuka jalan alternatif yang dapat
menghubungkan pusat-pusat pengembangan dan jaringan jalan dalam kota,
mengembangkan sentra industri dan produksi pangan, serta menghubungkan
pusat-pusat permukiman penduduk, membuka prasarana jaringan irigasi untuk
mendukung ketahanan pangan, pengendalian dan penanganan banjir, pengamanan
pantai dan pengelolaan air baku.
d) Kementrian
Pertanian dengan instansi terkait melaksanakan sinkronisasi dalam pembangunan kawasan
sentra produksi untuk mewujudkan ketahanan pangan serta membangun kawasan
agropolitan, sinkronisasi pembangunan infrastruktur pertanian yang
didukung dengan teknologi industri pengolahan hasil pertanian untuk
meningkatkan kualitas hasil dan mengembangkan diversifikasi pangan lokal dan
desa mandiri pangan, hasil pertanian sebagai sumber bioenergi yang ramah
lingkungan, kelembagaan dan sumber daya pertanian, serta meningkatkan investasi
swasta, agroindustri dan pemasaran hasil pertanian.
e) Kementrian-kementrian
yang terkait dengan Dewan Ketahanan Pangan, memberikan data-data valid dalam
rangka sinkronisasi prioritas program pembangunan terutama berkaitan dengan
ketahanan pangan nasional.
5) Mekanisasi.
Mekanisasi bidang pertanian adalah aplikasi prinsip ilmu dan teknologi
pertanian dalam pengelolaan, pengendalian dan pemrosesan hasil pertanian.
Melibatkan sistem dan manajemen serta sarana prasarana untuk menggantikan
proses pertanian tradisional. Mekanisasi pertanian tidak hanya berkaitan dengan
traktor atau peralatan bermotor saja, tetapi harus melibatkan semua perangkat
dan peralatan yang membantu dalam menjalankan aktivitas pertanian. Mekanisasi
ketahanan pangan berdasarkan teori Henry F. Fayol antara lain:
a) Pembagian
kerja. Perlu dilaksanakan pembagian kerja dalam melaksanakan kebijakan
dan evaluasi pengendalian pangan yang terinci dan terbagi habis sesuai dengan
fungsi, kewenangan dan tugas pokok masing-masing instansi. Sesuai pasal 6
Perpres 83 tahun 2006, untuk melaksanakan tugas, Dewan ketahanan Pangan “apabila
dipandang perlu dibantu kelompok kerja” yang terdiri atas
tenaga ahli dari unsur pejabat Pemerintah, organisasi kemasyarakatan serta
pelaku usaha yang berkaitan dengan penyelenggaraan ketahanan pangan nasional.
Perlu dilaksanakan revisi terhadap Perpres tersebut karena kalimat “apabila
dipandang perlu” sangat sumir dan tidak mengandung nilai positif pembentukan
kelompok kerja, menjadi “akan membentuk beberapa kelompok kerja”.
b) Perlu
pengaturan wewenang yang berkaitan dengan tugas tanggung jawab masing-masing
instansi, sehingga pengaturan hubungan kerja antar instansi dapat lebih
diintensifkan dan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
c) Perlu
kedisiplinan dalam melaksanakan tugas berkaitan dengan ketahanan pangan
secara konsisten dan terpadu.
d) Kesatuan
komando dan kesatuan arah. Ketua Dewan Ketahanan pangan harus mampu mengarahkan
seluruh instansi dalam melaksanakan tugas kewenangan.
e) Mendahulukan
kepentingan bersama yaitu mencapai ketahanan pangan dalam meningkatkan
kemandirian bangsa dalam bentuk perumusan kebijakan dan evaluasi dan
pengendalian pangan.
f) Keseragaman
rantai kendali ketahanan pangan, antara Dewan Ketahanan Pangan Nasional, maupun
Dewan Ketahanan pangan Provinsi dan Kabupaten/kota.
g) Inisiatif
serta pembentukan team yang kompak dalam melaksanakan upaya mewujudkan
ketahanan pangan dalam rangka meningkatkan kemandirian bangsa.
Implementasi hubungan kerja antar instansi Pemerintah
berkaitan dengan penanganan pangan yang telah dicanangkan, diharapkan tetap
mengacu kepada Sismennas, yang merupakan perpaduan dari tata
nilai, struktur, fungsi dan proses untuk mencapai kehematan, daya
guna dan hasil guna sebesar mungkin dalam menggunakan sumber daya dan dana
nasional dalam rangka mewujudkan kemandirian bangsa. Dengan metoda
KISS Me (Koordinasi, Integrasi, Simplikasi, Sinkronisasi dan Mekanisasi) maka
aplikasi hubungan kerja instansi yang terlibat dalam Dewan Ketahanan Pangan
Nasional dapat meningkatkan kemandirian bangsa.
3. Penutup.
a.
Kesimpulan.
1) Ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan sampai dengan individu, yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman,
bergizi, merata, dan terjangkau serta sesuai dengan keyakinan, budaya, dan
selera untuk dapat hidup sehat dan aktif. Saat ini ketersediaan pangan belum
mampu mewujudkan ketahanan pangan sampai dengan tingkat individu.
2) Salah
satu faktor dominan penyebab rendahnya kemandirian pangan nasional adalah aspek
kebijakan penanganan pangan serta banyaknya instansi yang menangani
permasalahan pangan. Untuk itu diperlukan Sismennas dalam rangka membangun
keterpaduan dan kerjasama antar lembaga, antar bidang, antar sektor, antar
wilayah, dan antar pemerintah dengan masyarakat, termasuk dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan nasional.
3) Dengan
metoda KISS Me (Koordinasi, Integrasi, Simplikasi, Sinkronisasi dan
Mekanisasi), maka aplikasi hubungan kerja instansi yang terlibat dalam Dewan
Ketahanan Pangan Nasional dapat meningkatkan kemandirian bangsa.
[3] http://perundangan.deptan.go.id/admin/p_presiden/Perpres-83-06.pdf,
diakses Hari Rabu 30 Mei 2012, jam 07.00 wib
[5] Menteri Negara PAN dan Reformasi Birokrasi, Pedoman
Umum Infrastruktur Hubungan Masyarakat di lingkungan instansi pemerintah, 2011.
Hal 13
[7] http://perundangan.deptan.go.id/admin/p_presiden/Perpres-83-06.pdf,
diakses Hari Rabu 30 Mei 2012, jam 06.30 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar